
Oleh: Anwar, S.Ag, M.A.P*)
Kabupaten Bireuen yang dikenal sebagai Kota Santri, kembali menghadirkan suasana lebaran yang sarat makna. Setiap tahun, masyarakat di Bireuen menyambut Idulfitri dengan penuh kehangatan, menjadikan momen ini sebagai ajang untuk mempererat silaturrahmi, memperkuat nilai-nilai keislaman serta merajut kebersamaan dalam harmoni religius kehidupan.
Idulfitri 1446 H di Bireuen bukan hanya tentang perayaan semata, tetapi juga tentang spiritualitas yang mendalam. Sejak malam takbiran, suara takbir menggema di seluruh pelosok daerah, menciptakan nuansa syahdu yang menyentuh hati setiap muslim. Tradisi pawai takbir yang di motori oleh Bupati Bireuen H.Mukhlis, ST melibatkan ASN dari berbagai instansi serta masyarakat umum. Start dimulai dari Gandapura hingga Samalanga menjadi salah satu daya tarik utama yang meneguhkan identitas Bireuen sebagai Kota Santri.
Hari raya pertama di Bireuen serentak dimulai pada tanggal 31 Maret 2025. Nuansa lebaran tidak hanya dirayakan dengan shalat Idulfitri yang khusyuk di masjid-masjid besar, tetapi juga dengan berbagai tradisi yang tetap lestari dari generasi ke generasi.
Salah satu tradisi yang masih kuat adalah budaya "Makmeugang" yang dilaksanakan satu hari sebelum lebaran menjadi bukti kuatnya nilai kebersamaan masyarakat. Dalam tradisi ini, setiap keluarga membeli daging dan memasaknya untuk dinikmati bersama, bahkan tak jarang berbagi dengan tetangga atau mereka yang kurang mampu.
Tidak hanya itu, kunjungan ke makam keluarga atau "Ziarah Kubu" menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi lebaran di Bireuen. Setelah shalat Id, masyarakat berbondong-bondong ke pemakaman untuk mendoakan leluhur mereka. Hal ini menunjukkan betapa kuatnya nilai penghormatan kepada orang tua dan leluhur dalam budaya Aceh.
Momen lebaran menjadi saat yang paling ditunggu-tunggu untuk mempererat silaturrahmi, baik dengan keluarga, tetangga, maupun teman sejawat. Open house diadakan di berbagai rumah mulai dari rumah masyarakat biasa sampai rumah ulama, pejabat dan Bupati Bireuen menjadi ajang untuk saling bermaafan dan memperkuat hubungan kekeluargaan.
Tidak hanya itu, para ulama dan tokoh masyarakat disela-sela kunjungan silaturahmi juga memanfaatkan momen untuk memberikan nasihat singkat keislaman dan budaya islami yang relevan dengan kehidupan sehari-hari. Mulai dari anak-anak, remaja dan para orang tua biasanya menyimak petuah hidup yang disampaikan sebelum pamit ke rumah tetangga yang lain.
Di pesantren atau dayah, tradisi silaturrahmi juga sangat terasa. Para santri yang kembali dari kampung halaman mereka akan menyambangi Abi, abon atau abu (panggilan kehormatan untuk guru dayah) dan sesama santri untuk saling berbagi pengalaman. Hubungan antara santri dan guru yang erat ini semakin mengokohkan peran Bireuen sebagai Kota Santri yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islam.
Selain sebagai momen spiritual dan sosial, lebaran juga memberikan dampak positif bagi perekonomian masyarakat Bireuen. Pasar tradisional dan pusat perbelanjaan dipenuhi warga yang berburu pakaian baru, kue lebaran dan kebutuhan lainnya. Pedagang musiman bermunculan, menawarkan aneka dagangan mulai dari makanan khas Aceh seperti timphan dan dodol, hingga pakaian dan perlengkapan ibadah, tidak ketinggalan mainan anak-anak.
Banyak pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) yang mendapat keuntungan besar selama periode ini. Para perajin makanan khas Aceh, penjual kain dan perabotan rumah tangga, serta pedagang kuliner merasakan dampak positif dari meningkatnya permintaan selama lebaran. Hal ini membuktikan bahwa Idulfitri tidak hanya menjadi perayaan spiritual, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat di Kabupaten Bireuen.
Dari sisi lain di era digital seperti sekarang, tantangan terbesar adalah menjaga esensi lebaran agar tidak tergerus oleh perkembangan teknologi. Kemudahan berkomunikasi melalui media sosial sering kali menggantikan tradisi bertatap muka secara langsung. Namun, masyarakat Bireuen tetap berusaha menjaga keseimbangan antara teknologi dan tradisi walaupun hanya sebatas silaturahmi di warung kopi.
Banyak keluarga yang tetap memprioritaskan kunjungan fisik untuk bersilaturrahmi, meskipun komunikasi daring juga menjadi alternatif bagi mereka yang berada jauh. Dayah dan ulama di Bireuen terus mengedukasi generasi muda tentang pentingnya menjaga tradisi islami dalam menyambut lebaran, agar nilai-nilai luhur tidak luntur oleh modernisasi.
Sebagai penutup, lebaran di Kota Santri Bireuen, bukan sekadar perayaan, tetapi juga momentum untuk memperkuat harmoni religius dan mempererat silaturrahmi. Dari takbiran yang menggema, tradisi yang kaya makna, hingga penguatan ekonomi lokal.
Semuanya mencerminkan identitas Bireuen sebagai pusat keislaman yang tetap teguh memegang nilai-nilai tradisional di tengah modernisasi. Dengan semangat kebersamaan dan keikhlasan, Idulfitri di Bireuen menjadi simbol persaudaraan yang terus hidup dan berkembang. Minal aidzin, Walfaizin, Mohon maaf lahir dan batin.[]
*)Penulis Anwar, S.Ag, M.AP merupakan Kepala Dinas Pendidikan Dayah Kabupaten Bireuen