
"Ini untuk menghindari polemik dan salah paham, kembali saya tegaskan bahwa pernyataan saya sebelumnya adalah dalam kapasitas mendorong pelaksanaan Syariat Islam di Aceh secara umum," kata pria yang biasa disapa Haji Uma ini.
"Kalau pernyataan saya sebelumnya dianggap salah dan merupakan bentuk intervensi terhadap proses hukum, maka saya mengklarifikasi, bahwa itu tidak benar. Bahkan saya mendorong kedua belah pihak untuk berdamai saja," lanjutnya.
Seperti ikut diberitakan media ini sebelumnya, bahwa Keuchik Gampong Pulo Baro Antasari dan lima orang lainnya saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Pidie dalam kasus dugaan penganiyaan terhadap Teuku Jafaruddin.
Perkara ini berawal dari perceraian talak tiga Teuku Jafaruddin dengan Karnila, yang kemudian menikah lagi. Hal ini dianggap oleh perangkat gampong mencederai nilai-nilai Syariat Islam, sehingga akhirnya berujung kepada dugaan penganiayaan, yang terjadi pada 1 Oktober 2024 lalu.
Dalam perkembangannya, kasus ini pernah coba didamaikan di Polsek Tangse. Tapi terakhir kembali berlabuh di Polres Pidie.
Banyak pihak berharap kedua belah pihak berdamai saja, hal ini seperti diungkapkan Wakil Ketua I Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Pidie Drs. Tgk. H. Ilyas Abdullah dan Anggota DPD asal Aceh H. Sudirman, S.Sos alias Haji Uma. [Hamdani]