Jakarta - Aliansi Dosen ASN Kemendiktisaintek Seluruh Indonesia (ADAKSI) mendesak pemerintah untuk segera membayarkan tunjangan kinerja (tukin) dosen ASN di lingkungan kerja Kemdiktisaintek tahun 2025.
Hal ini menurut ADAKSI melalui siaran pers yang diterima media ini Senin, (13/01/2025) kemarin, sesuai peraturan perundangan yang berlaku untuk mendorong keadilan bagi seluruh dosen ASN Kemdiktisaintek.
Koordinator Nasional (Kornas) ADAKSI Anggun Gunawan mengatakan, tukin merupakan hak yang telah diamanatkan sejak tahun 2014 dalam UU No. 5 Tahun 2014 Pasal 80 Tentang Aparatur Sipil Negara.
"Akan tetapi hak tukin tidak pernah dirasakan oleh dosen ASN Kemdiktisaintek sebelum dan setelah UU ASN diundangkan, sedangkan dosen ASN Kementerian lainnya mendapatkan tukin sejak tahun 2012," katanya.
"Selama 12 tahun hak tukin dosen ASN dikecualikan dan lima tahun hak yang sudah jelas-jelas diatur dalam pelaksanaan teknis pembayaran Permendikbud No. 49 Tahun 2020, tapi tidak juga dibayarkan," lanjutnya.
Tambahnya, ADAKSI mendukung penuh upaya Tim Hukum Kemdiktisaintek dalam merancang draf Peraturan Presiden (Perpres) baru terkait tukin bagi pegawai di lingkungan Kemdiktisaintek.
"Perpres baru ini mesti menghapus klausul pengecualian yang selama ini menghambat pemberian Tukin kepada dosen di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) berstatus Badan Layanan Umum (BLU) dan Badan Hukum (BH)," ujarnya.
"Sehingga tukin diberikan kepada dosen PTN Satker, BLU dan BH serta Dosen ASN Kemdiktisaintek yang diperbantukan di PTS (DPK) tanpa ada pengecualian," lanjutnya lagi.
Menurut Anggun Gunawan, dalam hal ini ADAKSI menegaskan bahwa pemberian tukin yang merata kepada seluruh Dosen ASN Kemdiktisaintek merupakan langkah penting untuk menciptakan keadilan di lingkungan pendidikan tinggi.
Adapun beberapa pertimbangan utama yang melandasi pentingnya Perpres baru ini meliputi:
1. Proses Panjang Pemberian Remunerasi di PTN BLU
Banyak PTN BLU memerlukan waktu 5 hingga 8 tahun untuk dapat memberikan remunerasi kepada dosen dan tendiknya. Proses yang berlarut-larut ini berdampak pada kesejahteraan pegawai dan menghambat motivasi kerja mereka. Hal ini juga dipicu oleh adanya kecenderungan untuk memaksa PTN Satker untuk berubah status menjadi BLU sementara analisis sumber pemasukan kampus masih berupa hitung-hitungan imajiner yang tak sesuai dengan kondisi di lapangan.
2. Kesenjangan Remunerasi Antar PTN
Remunerasi yang diterima dosen di PTN BLU maupun BH menunjukkan kesenjangan yang mencolok antar perguruan tinggi. Kampus-kampus terkenal dan yang berada di wilayah berpopulasi besar cenderung memiliki pendapatan lebih tinggi dibandingkan kampus tidak terkenal dan berada di wilayah dengan populasi kecil. Hal ini mencederai prinsip keadilan sesama profesi Dosen ASN.
3. Remunerasi di Bawah Standar Jabatan
Banyak dosen yang menerima remunerasi di bawah nominal Tukin yang telah diatur berdasarkan kelas jabatan.
4. Dampak Negatif pada Biaya Pendidikan dan Beban Kerja
Untuk meningkatkan remunerasi, kampus sering kali menaikkan uang kuliah dan menerima mahasiswa baru dalam jumlah besar. Akibatnya, dosen mengajar secara melewati standar SKS yang wajar, yang kemudian mengganggu waktu mereka untuk menjalankan tridharma perguruan tinggi lainnya, seperti riset dan pengabdian masyarakat. Selain itu, kuota mahasiswa baru yang besar di PTN mengurangi kesempatan PTS untuk mendapatkan mahasiswa baru, mengganggu keseimbangan ekosistem pendidikan tinggi.
5. Perbedaan Remunerasi dan Tukin . ADAKSI menekankan bahwa remunerasi seharusnya ditempatkan sebagai “bonus” atas kinerja perguruan tinggi yang bergantung pada pendapatan masing-masing. Sebaliknya, Tukin merupakan hak wajib yang harus diterima setiap dosen ASN Kemdiktisaintek, dengan besaran yang sama di seluruh Indonesia, sesuai kelas jabatan, dan didanai melalui APBN, bukan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) perguruan tinggi.
6. Mewujudkan Prinsip Keadilan dan Kesejahteraan
ADAKSI percaya bahwa pemberian Tukin secara adil akan meningkatkan motivasi dan produktivitas dosen dalam menjalankan tridharma perguruan tinggi. Perpres baru ini diharapkan mampu menjadi solusi yang adil dan berkeadilan bagi seluruh dosen ASN Kemdiktisaintek, tanpa memandang status PTN tempat mereka mengabdi.
"Kami mengajak seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, akademisi, dan masyarakat luas, untuk mendukung upaya ini demi menciptakan ekosistem pendidikan tinggi yang lebih baik dan berkeadilan di Indonesia," ajak Anggun Gunawan.
ADAKSI juga menuntut pemerintah segera:
1. Mendesak Kemdiktisaintek untuk melakukan revisi anggaran kementerian 57 Trilliun tahun 2025 agar Tunjangan kinerja dosen segera dapat dibayarkan
2. Menuntut pembayaran Tukin sesuai pelaksanaan teknis pembayaran yang masih berlaku, yaitu berdasarkan Perpres No. 136 Tahun 2018, Permendikbud No. 49 Tahun 2020 dan Kepmendikbudristek 447/P/2024
3. Jika sampai tanggal 24 januari 2025 tidak ada kejelasan soal revisi anggaran untuk tunjangan kinerja dosen. Maka ADAKSI akan melakukan aksi serentak secara nasional
Besaran tunjangan kinerja dosen
b. Asisten Ahli
- Kelas Jabatan: 9
- Besaran Tukin: Rp 5.079.200,00
c. Lektor
- Kelas Jabatan: 11
- Besaran Tukin: Rp 8.757.600,00
d. Lektor Kepala
- Kelas Jabatan: 13
- Besaran Tukin: Rp 10.936.000,00
e. Profesor
- Kelas Jabatan: 15
- Besaran Tukin: Rp 19.280.000,00
Sekedar informasi, ADAKSI adalah organisasi yang berkomitmen untuk memperjuangkan hak-hak dan kesejahteraan dosen ASN di bawah Kemdiktisaintek. Kami percaya bahwa keadilan dan kesejahteraan merupakan pondasi utama bagi terciptanya pendidikan tinggi yang berkualitas di Indonesia. [Hamdani]