Banda Aceh -- Umat Islam di Aceh harus toleran dalam menghadapi perayaan natal dan tahun baru yang dilakukan oleh umat kristiani menjelang akhir tahun 2024, yang segera tiba. Begitu pula dalam memperingati 20 tahun bencana tsunami, kita perlu cerdas mengambil pelajaran agar semakin dekat dengan Allah Swt.
Kepala Pusat Kerohanian dan Moderasi Beragama (PKMB) UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Tgk Saifuddin A. Rasyid, menyampaikan hal itu dalam khutbah Jumat, (20/12/2024) di Masjid Jamik Baitul Jannah, Kemukiman Tungkop, Darussalam , Aceh Besar.
“Sesuai dengan spirit ajaran Islam yang kita yakini umat Islam seyogianya bersikap toleran terhadap perbedaan dan keberagaman budaya, bahkan perbedaan agama di tengah masyarakat tempat kita berada termasuk dalam manghadapi suasana natal dan ritual tahun baru yang dirayakan oleh umat kristiani,” jelasnya.
Saifuddin menambahkan, umat Islam tetap dapat berinteraksi seperti biasa dan berkolaborasi melaksanakan aktifitas sosial dengan teman, tetangga, dan kolega berbeda agama, namun hanya perlu menjaga batasan agar tidak mengintervensi wilayah ritual atau prosesi ibadah mereka.
“Nabi Muhammad saw tidak pernah ikut ajakan kaum Quraisy untuk berkompromi saling menyembah tuhan yang berbeda demi menjaga keharmonian dan juga beliau tidak pernah menghina mereka. Yang Rasulullah saw lakukan adalah membuat batasan tegas sesuai firman Allah SWT dalam QS Al-Kafirun ‘lakum dinukum waliadin’, bagimu agamamu bagiku agamaku,” tegasnya.
Saifuddin lebih jauh menjelaskan, toleransi merupakan nilai penting dalam kehidupan bermasyarakat, termasuk di negara yang beragam etnis, suku, agama dan budaya seperti Indonesia.
Saifuddin menguraikan, bagi seorang muslim ada berbagai cara menunjukkan sikap toleran terhadap perayaan natal dan tahun baru, tanpa harus melanggar keyakinan agama. Pertama, menghormati keyakinan orang lain. Islam mengajarkan untuk menghormati keberagaman.
“Menghormati umat kristiani yang merayakan natal, bukan berarti kita ikut merayakan, tetapi menunjukkan sikap respek terhadap kepercayaan mereka, bahwa sebagai manusia mereka punya hak untuk menjalankan keyakinan secara bebas tanpa rasa takut dan intimidasi,” ungkapnya.
Kedua, memilih kalimat terbaik bila harus memberikan ucapan selamat. Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang hukum memberikan ucapan selamat natal. Sebagian ulama membolehkan dengan alasan hubungan sosial dan toleransi, selama ucapan itu tidak bertentangan dengan akidah Islam.
“Namun sebagian pendapat lain memandang perayaan natal adalah kegiatan ritual atau prosesi ibadah bagi kaum kristiani, karena itu memberi ucapan selamat dapat berarti sikap setuju atau ikutserta dalam ritual ibadah tersebut,” tambahnya
Ketiga, tidak ikut dalam ritual ibadah dan juga tidak ikut dalam aktivitas apapun dalam kaitan dengan upaya untuk merayakannya.
“Islam membedakan antara menghormati dan ikut serta. Menghormati artinya tidak mengganggu atau meremehkan perayaan tersebut, tetapi seorang muslim tidak dianjurkan untuk ikut dalam prosesi ibadah atau tradisi, budaya dan resam keagamaan dari kaum non muslim,” papar Saifuddin.
Keempat, tetap menjaga hubungan baik sebagai teman, tetangga, kolega bisnis, sejawat kerja di kantor atau kawan relasi dagang di pasar.
Terkait dengan perayaan tahun baru, Saifuddin meminta umat Islam menimbang, memilah, dan memilih sikap dan perilaku yang baik. Silahkan mengikuti anjuran ulama dan imbauan pemerintah demi kebaikan dan ketertiban bersama.
“Merayakan tahun baru dengan kegiatan positif, seperti tetap tinggal di rumah pada malam tahun baru untuk melakukan refleksi diri, berdoa, atau berbagi kebaikan, bisa menjadi cara yang sesuai dengan nilai Islam. Hindari perilaku yang berlebihan atau bertentangan dengan syariat,” lanjutnya.
Saifuddin mengingatkan, tetap cerdas dan berhati hati akan ancaman musibah yang bisa datang kapan saja, bahkan pada saat kita sedang lalai baik di waktu pagi atau waktu malam sesuai dengan firman Allah dalam QS Al-A’raf ayat 97-99. Allah memastikan kita tidak aman dari siksaNya yang dapat datang tiba tiba ketika kita sedang tidur nyenyak di malam hari atau sedang lalai bermain di paginya.
“Musibah tsunami 20 tahun silam, terjadi bencana dahsyat pada 26 Desember 2004. Air laut naik menggunung menerjang daratan, menelan demikian besar kerugian nyawa dan harta benda. Kiranya musibah ini semua menjadi pelajaran bagi kita pada setiap akhir tahun dan memulai tahun berikutnya dengan kebaikan dan harapan perlindungan dan ridha Allah swt,” tutupnya. [Sayed M. Husen]