Iklan

terkini

[Sudut Pandang] "Saya Tokoh Politik!" Lalu, Rasa Mual Pun Mendera saya, Ingin Muntah

Redaksi
Senin, November 25, 2024, 19:33 WIB Last Updated 2024-11-25T12:37:22Z

Oleh: Hamdani, SE.,MSM*)

Mendengar dia bicara demikian, saya terdiam, sesaat. Bukan kecut dan takut, tapi ada rasa mual, berasa saya ingin muntah. Benar-benar rasa mual mendera saya saat itu.

Suatu hari sekira seminggu lalu, saya terlibat adu argumen dengan seorang anak muda, yang saya tahu merupakan seorang timses salah satu pasangan calon (paslon) kepala daerah, gegara komentar saya di status media sosialnya. 

Karena saya kenal, maka saya berkomentar di statusnya, pun komentar saya normatif tak memojokkan pribadinya. Tapi reaksinya sangat negatif, dan itu sangat mengejutkan saya. Serta merta tanpa tedeng aling-aling saya dituding seorang timses. Alamak.

Lalu saya coba telpon via aplikasi perpesanan, untuk menjelaskan duduk perkara, dua kali saya telpon tidak diangkat. Lalu kali ketiga, saya coba telpon lagi dengan panggilan biasa. Diangkat.

Lalu saya tanyakan di mana dia, seraya mengajak ketemu. Tapi ajakan ketemu dari saya kesannya malah dimaknai oleh dia sebagai ajakan tantangan untuk berduel. Makin aneh ini, makin salah paham.

Karena tensi sudah semakin tinggi, saya mencoba menurunkan tensi, biarlah yang tua mengalah saya pikir. Karena saya bilang, saya masyarakat awam dalam politik.

Lalu, sebagai orang awam, saya dikatakan tak pantas berkomentar di status dia, karena itu status politik.

Jadi setiap komentar yang dianggap tak sejalan, maka itu adalah komentar lawan politik, atau komentar dari timses paslon lain.

"Saya politisi, saya ini tokoh politik!" Ujar anak muda itu dengan semangat 45.

Mendengar dia bicara demikian, saya terdiam, sesaat. Bukan kecut dan takut, tapi ada rasa mual, berasa saya ingin muntah. Benar-benar rasa mual mendera saya saat itu.

Akhirnya saya katakan, ya sudahlah, kalau saya tak boleh berkomentar di status Anda, maka itu tak akan saya lakukan lagi, pun juga hubungan pertemanan di media sosial juga cukup sampai di sini. Beberapa hari kemudian saya unfriend anak muda yang mengklaim diri tokoh politik ini. Saya apalah.

Yang ingin saya gambarkan dari cerita ini, begitulah politisi kita dan para pengikutnya membangun ajaran politik. Sehingga politik ini menjadi sesuatu yang tak boleh dicampuri oleh orang di luar kelompoknya, mereka menjadi eklusif di satu sisi padahal di sisi lain mereka butuh suara orang awam politik seperti saya untuk mendudukkan mereka para politisi di tampuk kekuasaan. 

Harusnya politisi itu membangun simpati, juga mau menerima kritik dan saran, sehingga tercipta harmoni yang kondisif dan kebersamaan. Sehingga politik itu bisa berwajah santun, bukan wajah arogan dan kejam. Menakutkan.

Beginilah secuil kisah di negeri antah berantah, jika ada kesamaan kisah itu hanya kebetulan, sehingga tak ada yang baper lalu uring-uringan lalu guling-guling. Sebaliknya, kalau ada politisi yang punya sifat seperti yang digambarkan di atas, sudah saatnya berubah. Demikian, mohon maaf bila ada yang tersungging. Wassalam. []

*) Penulis adalah seorang dosen dan juga jurnalis 

Disclaimer: Semua tulisan pada Rubrik SUDUT PANDANG bukanlah lah produk jurnalistik, juga tidak mewakili pandangan Redaksi Juang News. Untuk itu, setiap tulisan yang dimuat di rubrik SUDUT PANDANG itu menjadi tanggung jawab pribadi si penulis. Karena sesuai nama rubrik, semua konten dari tulisan tersebut, merupakan opini pribadi dari sudut pandang personal penulis. Demikian. []
Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • [Sudut Pandang] "Saya Tokoh Politik!" Lalu, Rasa Mual Pun Mendera saya, Ingin Muntah

Terkini

Topik Populer

Iklan