Kepala Pusat Kerohanian dan Moderasi Beragama (PKMB) dan Imam Besar Masjid Fathun Qarib UIN Ar-Raniry, Saifuddin A. Rasyid (Foto/Sayed M. Husen)
Banda Aceh - Ummat Islam diperintahkan untuk menaati pemimpinnya, baik dalam urusan agama, kemasyarakatan, maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita diwajibkan untuk taat kepada pemimpin dan dilarang menentang mereka, selama mereka masih taat dan tidak menyimpang dari jalan Allah dan Rasul-Nya.
Kepala Pusat Kerohanian dan Moderasi Beragama (PKMB) dan Imam Besar Masjid Fathun Qarib UIN Ar-Raniry, Saifuddin A. Rasyid menyampaikan hal itu dalam khutbah Jumat di Masjid Baitus Shalihin, Ulee Kareng, Banda Aceh, 25 Oktober 2024 bertepatan dengan 22 Rabiul Akhir 1446 H.
Saifuddin menjelaskan, umat Islam baru saja menyaksikan rangkaian perhelatan politik pembentukan pemerintahan baru di tingkat nasional. Umat juga sedang berpartisipasi, bahkan beberapa di antara kita terlibat langsung dalam proses pilkada, sebuah mekanisme demokrasi di tingkat daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota.
“Tujuan dari semua ini adalah untuk memilih pemimpin, yaitu pemegang amanah yang diberi otoritas untuk mengurus kemaslahatan serta menjaga keteraturan hidup bermasyarakat dan berbangsa,” ujarnya.
Menurut Saifuddin, pemimpin merupakan bagian dari ketetapan Allah yang harus kita syukuri. Mereka adalah perwakilan dari kita, yang mencerminkan kehidupan bersama, saling mendukung, serta membangun sinergi demi kebaikan dan kemaslahatan bersama.
Ia mengutip Surah An-Nisa ayat 59 dan menekankan, ketaatan kita kepada Allah dan Rasul-Nya bersifat mutlak, tidak dapat ditawar. Sedangkan ketaatan kepada pemimpin bersifat relatif, yaitu hanya ketika pemimpin itu tunduk kepada Allah dan Rasul-Nya.
"Ini sejalan dengan sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Ahmad, bahwa tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam hal bermaksiat kepada Allah SWT," tambahnya.
Lebih lanjut, Saifuddin, yang juga imam Masjid Jamik Baitul Jannah, Kemukiman Tungkop, Aceh Besar, memaparkan lima cara untuk menaati pemimpin.
Pertama, menaati pemimpin selama mereka tidak memerintahkan kepada maksiat. Kita wajib meniatkan ketaatan sebagai bagian dari kebaikan. "Selama pemimpin mengarahkan kepada kebaikan dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam, kita wajib taat. Namun, bila kebijakan mereka menyimpang dari perintah Allah dan Rasul-Nya, maka menaatinya adalah maksiat, dan kita wajib meninggalkannya," jelas Saifuddin.
Kedua, bersabar terhadap pemimpin, meskipun mereka memiliki kekurangan, selama mereka tidak memerintahkan kekufuran atau maksiat. "Bersabar juga berarti menahan diri dari dampak negatif hoaks, ghibah, namimah, dan fitnah mengenai pemimpin. Jangan mudah terpancing untuk berkomentar atau menyebarkan berita yang belum tentu benar. Bahkan, jika berita tersebut benar, menahan diri dari menyebarkan aib adalah tindakan mulia yang mendatangkan pahala dari Allah SWT," ujarnya.
Ketiga, menghindari fitnah dan pembangkangan terhadap pemimpin. "Nabi Muhammad SAW mengajarkan kita untuk tidak memberontak terhadap pemimpin, kecuali mereka secara terang-terangan menentang ajaran Allah. Dalam hadits riwayat Imam Muslim, Rasulullah SAW bersabda bahwa selama pemimpin masih menjalankan shalat dan tidak menunjukkan kekufuran yang nyata, kita harus taat dan tetap bersama mereka sambil berharap ada kesempatan perbaikan," jelasnya.
Keempat, menasihati pemimpin dengan cara yang baik dan bijaksana. "Jika kita hendak menasihati pemimpin, lakukanlah secara pribadi dengan pendekatan yang ihsan. Niatkan untuk kemaslahatan, bukan untuk mempermalukan mereka di depan umum," tambahnya.
Kelima, mendoakan pemimpin agar mereka diberikan petunjuk oleh Allah SWT dan mampu menjalankan tugasnya dengan baik. "Ini adalah bentuk kepasrahan, di mana kita menyampaikan harapan kita langsung kepada Allah. Kita memohon agar para pemimpin diberi kekuatan, kebijaksanaan, dan kecenderungan untuk menjalankan amanah sesuai ajaran Islam.
“Kebijakan mereka berdampak langsung pada kita, sehingga kita harus selalu memohon perlindungan kepada Allah dari kezaliman pemimpin serta meminta pertolongan-Nya agar mereka digerakkan untuk kebaikan," tutupnya. [Sayed M. Husen]