Ustaz H. Asyraf Muntazhar, Lc, MA Saat Menyampaikan Khutbah Jumat di Mesjid Jamik Baitul Jannah (Foto Sayed M. Husen)
Aceh Besar - Dalam upaya menjaga kemurnian agama Islam, jangan sampai kaum muslimin terutama generasi muda terpengaruh secara keliru terhadap jalan pikiran dan banyak terminologi yang sering kita dengar, misalnya toleransi dalam beragama. Tidak ada toleransi dalam iman dan dalam aqidah.
Koordinator Advokasi dan Pendampingan Pusat Kerohanian dan Moderasi Beragama (PKMB) UIN Ar-Raniry Ustaz H. Asyraf Muntazhar, Lc, MA menyampaikan hal tersebut dalam khutbah Jum'at di Masjid Jamik Baitul Jannah, Kemukiman Tungkob, Kecamatan Darussalam, 5 Juli 2024 bertepatan dengan 28 Zulhijjah 1445 H.
Alumni S2 Aqaid Wa Dirasatul Adyan (Aqidah dan Studi Agama-Agama), Universitas Hassan Tsani, Cassablanca, Maroko ini menegaskan, dalam menegakkan tauhid kita harus radikal, karena itu wilayah imani. Kita hanya boleh toleran dalam wilayah-wilayah amali, bermuamalah, yaitu dalam hubungan sosial sesama manusia.
“Kita juga perlu menekankan, bahwa iman kita, akidah dan tauhid bagaikan akar pohon yang menghunjam dalam ke dalam tanah dan menyebar ke sekitar untuk menyerap nutrisi, lalu dikirim melalui batang atau Islam dan menjadi daun daun yang rindang dan buah yang ranum untuk dinikmati oleh manusia dan makhluk lainnya atau ihsan,” ungkapnya.
Ia menguraikan, bahwa inti ajaran Islam, yaitu iman, Islam, dan ihsan, sebagai bagian dari wilayah imani yang harus dijaga kemurniannya. Sedangkan terkait cara kita menjalankan agama, terhadap perbedaan dan keragaman pandangan dan penafsiran, tentu kita harus toleran (tasamuh) dan berbesar hati. “Ini adalah keindahan dalam kita beragama,” ujarnya.
Sebuah konsep yang kemudian kita kenal sebagai upaya liberalisasi Islam atau pemahamannya kita kenal sebagai liberalisme Islam tersebut, sayangnya mulai sedikit demi sedikit tersebar luas dan diambil sebagai pandangan Islam yang relevan dan sejalan dengan perkembangan zaman.
Ia mencontohkan, kaum liberal beraliran sekularisme yang mulai menganggap bahwa hal-hal yang berbau metafisika (ghaib) dan belum bisa dibuktikan kebenarannya secara saintifik oleh teknologi canggih. Justru yang ada pada saat ini adalah sebuah hal yang tidak benar keberadaannya dan tidak perlu diimani.
Menurut paham mereka kitab suci tidak lagi relevan dijadikan pedoman dalam beragama di zaman sekarang, dimana informasi bisa diakses dengan luas dan ajaran agama dari kitab suci Al-Qur'an dianggap sebagai keilmuan yang telah usang. Hal ini tentu menyimpang dari kebenaran yang kita harusnya yakini.
Ustaz H. Asyraf Muntazhar menjelaskan, di antara orang-orang berpaham liberal, ada juga yang berusaha untuk mendegradasi kesahihan ajaran Islam dengan menyamakan intisari dari semua agama yang ada dan menganggap bahwa semua agama adalah benar. Mereka berpendapat, bahwa intisari dari beragama adalah nilai-nilai kebaikan dari agama itu sendiri, namun meninggalkan hal-hal fundamental dalam beragama, yaitu keimanan kepada yang ghaib, percaya kepada keesaan Allah, mengimani kerasulan Nabi Muhammad Saw, berpegang teguh kepada kitab suci Al Qur'an, mempercayai adanya malaikat, dan lain sebagainya.
“Upaya ini dikenal juga sebagai pluralisme agama, yang sangat jauh bertentangan dengan apa yang seharusnya kita yakini sebagai seorang muslim yang taat, bahwa satu-satunya agama yang benar di sisi Allah Swt adalah Islam, dan selain itu tidak diterima sebagai ajaran agama yang benar.” tagasnya.
Ustaz H. Asyraf Muntazhar menambahkan, bahwa fenomena-fenomena ini terjadi akibat kurangnya upaya penguatan akidah kita. Islam merupakan agama yang fleksibel dan tidak terikat dengan waktu dan tempat.
“Yang menjadi tantangan adalah, sejauh mana kita bisa memaknai Islam yang suci dan murni, berpegang teguh kepada Al Qur'an dan sunnah, namun terus beradaptasi dengan perkembangan zaman yang begitu pesat, sehingga upaya penguatan akidah dan pendalaman terhadap isu-isu keislaman akan selalu relevan dan menarik dipelajari oleh semua kita,” pungkasnya.
[Sayed M. Husen]