Iklan

terkini

[Opini] 𝙆𝙤𝙣𝙨𝙚𝙧 𝙈𝙪𝙨𝙞𝙠 𝘿𝙞 𝘼𝙘𝙚𝙝, 𝙎𝙖𝙡𝙖𝙝 𝙎𝙞𝙖𝙥𝙖? (𝙎𝙖𝙩𝙪𝙠𝙖𝙣 𝘼𝙧𝙖𝙝 𝙈𝙚𝙧𝙖𝙬𝙖𝙩 𝙎𝙮𝙖𝙧𝙞𝙖𝙩 𝙄𝙨𝙡𝙖𝙢 𝙙𝙞 𝘼𝙘𝙚𝙝)

Redaksi
Jumat, Juli 12, 2024, 16:54 WIB Last Updated 2024-07-12T09:54:42Z
𝙊𝙡𝙚𝙝: 𝙏𝙜𝙠. 𝙈𝙪𝙠𝙝𝙡𝙞𝙨𝙪𝙙𝙙𝙞𝙣*)

Gelaran konser musik dalam event Bhayangkara Fest 2024 membuat publik Aceh bergejolak, beragam video yang tersebar di media facebook, instagram, tiktok tentang hingar bingarnya pesta musik telah mencederai nilai-nilai syariat Islam secara kaffah di Provinsi Aceh. Aksi goyang joget muda mudi di depan pentas hiburan musik dengan alunan musik seolah itulah wajah syariat Islam di Aceh.

Beragam respon muncul ke publik, mulai dari cibiran, cacian dan sumpah serapah yang merasikan generasi muda-mudi Aceh haus hiburan, panitia pelaksana yang tidak menghormati Syariat Islam, Prosedur perizinan keramaian yang tidak sesuai SOP, hingga suara miring yang menyalahkan MPU Aceh sebagai "Lembaga Pemerintah bidang Agama" di Aceh yang membiarkan hal itu terjadi, bahkan perang status saling serang di media sosial yang mencedrai ukhuwah.

Bhayangkara Fest 2024 merupakan acara tahunan yang diselenggarakan oleh Polda Aceh sebagai bagian dari perayaan Hari Bhayangkara, yang merupakan hari jadi Kepolisian Republik Indonesia. Dalam acara tersebut digelar Music Performance Bhayangkara Fest 2024 dengan menampilkan berbagai penampilan musik dari seniman lokal dan nasional dalam rangka perayaan Hari Bhayangkara, acara ini dimaksud untuk menghibur pengunjung dan memperkuat hubungan antara kepolisian dengan masyarakat melalui kesenian sebagaimana yang terakses di media resmi Bhayangkara Fest 2024.

Sebenarnya, acara ini merupakan wujud apresiasi dan bentuk kegiatan sosial kepada masyarakat Aceh atas kerjasama dan dukungan yang diberikan kepada kepolisian dalam menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah Aceh, dan Aceh patut bangga atas apresiasi ini, dimana secara konsep acara sudah sangat sempurna, tetapi dalam pelaksanaan music performance muncul persoalan yang membuat Syariat Islam tercedrai ini hendaknya menjadi evaluasi bersama.

Sebagaimana dimaklum, Aceh melaksanakan Syariat Islam secara kaffah (menyeluruh) pada dimensi kehidupan masyarakat Aceh, sehingga segala aktivitas yang tidak searah dengan ajaran Islam, mesti ditinggalkan untuk menjaga sendi Syariat Islam berjalan sempurna. Riuh publik Aceh terkait konser di Aceh dan Syariat Islam sebenarnya ini bukanlah kasus pertama muncul, tapi menjadi kasus berulang.

Hingga akhirnya terbersit pertanyaan, "Kenapa konser terus terjadi di Aceh?" Salah Siapa ?, Ini yang belum terjawab secara sempurna, padahal setiap konser musik digelar, publik Aceh bergejolak pro dan kontra. Untuk menjawab pertanyaan ini harus dicari akar masalahnya . Bila akar masalah sudah diketahui mari sama-sama dicari solusinya, supaya konser musik yang membuat kenyamanan masyarakat terusik.

Untuk menyelesaikan ini,harus duduk semua elemen di Aceh, Pemerintah Aceh harus mengevaluasi secara sempurna persoalan yang muncul, Pihak Pemerintah Aceh, DPR Aceh, Polda Aceh, Kodam Iskandar Muda, Akademisi, Ulama Aceh, Pegiat Budaya dan Seni dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya untuk menyelesaikan akar masalah ini.

Selama ini, MPU Aceh sudah sangat responsif terhadap persoalan-persoalan yang ada di Aceh, terutama dalam mengawal Syariat Islam di Aceh dengan Fatwa dan Tausyiyahnya yang dihasilkan, Hanya saja ada saja pihak tertentu yang tidak memiliki
Informasi yang cukup dan masih menyalahkan MPU Aceh ketika terjadi "persoalan" yang mencedrai Syariat Islam di Aceh.

Jika kita mrmelihat Fatwa No 12 Tahun 2013, MPU Aceh telah mengeluarkan fatwa Tentang Seni Budaya dan Hiburan Lainnya Dalam Pandangan Syariat Islam, yang ini merupakan fungsi dan wewenang tugas MPU Aceh.

Dalam Fatwa MPU No 12 Tahun 2023, ada 15 kriteria seni budaya dan hiburan yang dibolehkan, diantaranya : 1). Syair dan nyanyian tidak menyimpang dari aqidah ahlusunnah wal jamaah; 2). Tidak bertentangan dengan hukum Islam; 3). Tidak disertai dengan alat-alat musik yang diharamkan; 4). Tidak mengandung fitnah, dusta, caci maki dan yang dapat membangkitkan nafsu syahwat; 
5). Penyair dan penyanyi harus memenuhi kriteria busana muslim dan muslimah; 6). Penyair dan penyanyi tidak melakukan gerakan gerakan yang berlebihan atau dapat menimbulkan nafsu birahi; 
7). Penyair dan penyanyi tidak bergabung/bercampur laki-laki dan perempuan yang bukan mahram; 8). Penyair dan penyanyi tidak menyalahi kodratnya sesuai dengan jenis kelamin; 9). Penyair dan penyanyi tidak ditonton langsung oleh lawan jenis yang bukan mahram; 10). Kegiatan bernyanyi dan bersyair dilakukan pada tempat dan waktu yang tidak mengganggu ibadat dan ketertiban umum; 11. Penonton hiburan tidak bercampur laki-laki dan perempuan yang bukan mahram.

Dalam Qanun Aceh No 2 Tahun 2009, MPU Aceh berfungsi dalam memberikan pertimbangan terhadap kebijakan daerah, meliputi bidang 
pemerintahan, pembangunan, ekonomi, sosial budaya dan kemasyarakatan; serta memberikan nasehat dan bimbingan kepada masyarakat berdasarkan ajaran 
Islam, maka sebenarnya dengan telah dikeluarkan Fatwa MPU Aceh No 12 Tahun 2023, MPU Aceh telah menjalankan fungsinya.

Selain fungsinya di atas, MPU Aceh memiliki kewenangan dalam menetapkan fatwa terhadap masalah pemerintahan, pembangunan, ekonomi, 
sosial budaya dan kemasyarakatan; serta berwenang memberikan arahan terhadap perbedaan pendapat dalam masalah keagamaan baik sesama umat Islam maupun antar umat beragama lainnya. 

Dalam menyelesaikan masalah ini, tidak cukup MPU saja yang harus berbuat, kewenangan yang terbatas, tetapi semua unsur/elemen yang ada di Aceh. Diskusikan sampai lahir sebuah keputusan bersama terkait konser musik di Aceh karena persoalan terus bermunculan dengan diberikan izin penyelengaraannya.

Hal lain yang perlu diperkuat adalah menjaga diri dan keluarga dari ikut serta dalam kegiatan yang berpotensi merusak syariat Islam. Jika semua kita sadar bahwa hadir dan ikut serta dalam konser musik bukanlah bagian dari tradisi ke-Acehan, mungkin juga problem ini tidak muncul., Karena pane mungkin na Awak Goyang nyo mandum jitem sadar, Akhirnya Tugas kita jaga diri dan keluarga dari hal yang merusak Syariat Islam. []

Publisher: Hamdani

*) Penulis adalah Penyuluh Agama Islam Fungsional Kec. Sakti, Kab. Pidie juga Ketua  IPARI (Ikatan Penyuluh Agama RI) Kab. Pidie
Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • [Opini] 𝙆𝙤𝙣𝙨𝙚𝙧 𝙈𝙪𝙨𝙞𝙠 𝘿𝙞 𝘼𝙘𝙚𝙝, 𝙎𝙖𝙡𝙖𝙝 𝙎𝙞𝙖𝙥𝙖? (𝙎𝙖𝙩𝙪𝙠𝙖𝙣 𝘼𝙧𝙖𝙝 𝙈𝙚𝙧𝙖𝙬𝙖𝙩 𝙎𝙮𝙖𝙧𝙞𝙖𝙩 𝙄𝙨𝙡𝙖𝙢 𝙙𝙞 𝘼𝙘𝙚𝙝)

Terkini

Topik Populer

Iklan