Oleh: Tgk H Mustafa Thaib, S.H., S.Ag*)
Haji adalah proses menuju kesempurnaan, pada satu titik tempat pusat dan waktu yang satu, bermanja dan bermunajat dan beribadah pada Yang Maha Satu.
Serba satu, Satu Tuhan, Ka'bah satu, Safa Marwah satu, Arafah satu, Muzdalifah satu, Mina satu. Sekitar 2,5 juta manusia, tua, muda, laki-laki, dan perempuan yang sehat serta yang sedang dirawat dalam ambulan, wajib bergerak menuju tempat tersebut pada waktu yang telah ditentukan. Tanpa itu, tidak ada haji. Tempat itu bernama Padang Arafah.
Yang sukses adalah yang benar ikhlas serta tunduk patuh pada agenda 'tuan rumah' (Allah) karena Dialah yang mensyariatkan agenda akbar tahunan ini. Jangan mencoba melawan atau mengatur tuan rumah kita sebagai tamu. Baik ketika beribadah (ihram) atau ketika sedang tahallul temporer dan tahallul panjang ketika pulang ke tanah air.
Ibadah haji merupakan salah satu pilar utama dalam agama Islam yang mempertemukan umat Muslim dari berbagai penjuru dunia untuk melaksanakan serangkaian ritual yang sarat makna di tanah suci Makkah. Dari rukun kelima dari Islam ini menggambarkan betapa pentingnya perjalanan menuju satu titik pusat, yaitu Ka'bah, serta momen-momen krusial seperti Safa Marwah, Arafah, Muzdalifah, dan Mina yang menjadi bagian integral dari ibadah haji.
Ritual haji bukan hanya sekadar rutinitas ibadah, tetapi sebuah perjalanan spiritual dan undangan khusus sebagai tamu Allah (Dhuyufurrahman), di dalam berhaji diuji ketabahan dan kesungguhan jamaah dalam memenuhi panggilan Allah SWT.
Ka'bah sebagai kiblat umat Islam merupakan simbol kesatuan dan keikhlasan dalam ibadah kepada Sang Pencipta. Melakukan tawaf di sekitar Ka'bah adalah penghormatan tertinggi yang diberikan umat Muslim kepada Allah SWT, sementara Sa'i antara Safa dan Marwah mengingatkan kita pada kisah ketabahan dan kepercayaan Nabi Ibrahim dan Hajar dalam menghadapi ujian dari Allah SWT.
Puncak dari ibadah haji adalah wukuf di Padang Arafah, di mana jamaah berkumpul untuk berdoa dan bermunajat kepada Allah SWT. Momen ini memperlihatkan kesatuan dan solidaritas umat Muslim dari berbagai belahan dunia yang berkumpul dengan satu tujuan yang sama: mencari keridhaan Allah SWT. Muzdalifah dan Mina juga memiliki makna simbolis yang dalam, termasuk ritual melempar jumrah yang mengingatkan kita akan ketaatan Nabi Ibrahim dalam mengemban perintah Allah SWT.
Namun, di balik keindahan dan makna spiritual dari ibadah haji, terdapat berbagai tantangan yang perlu dihadapi. Infrastruktur yang terbatas di sekitar tanah suci, masalah kesehatan, dan keamanan menjadi perhatian utama dalam menjaga kesejahteraan jamaah. Kondisi ini menuntut kerja sama yang erat antara pemerintah, lembaga sosial, dan umat Muslim secara keseluruhan untuk memastikan bahwa setiap jamaah dapat menunaikan ibadah haji dengan aman dan nyaman.
Menjadi haji yang sukses tidak hanya tentang menyelesaikan serangkaian ritual secara fisik, tetapi lebih kepada kesungguhan hati dalam menjalani ibadah sesuai dengan tata cara yang telah ditetapkan. Ikhlas dan taat kepada perintah Allah SWT adalah kunci utama dari kesuksesan tersebut. Dalam konteks ini, penting untuk diingat bahwa menyematkan gelar haji di depan nama merupakan suatu kehormatan yang besar, namun juga menjadi tanggung jawab besar untuk tetap menjaga keikhlasan dalam beribadah.
Di Nusantara dan Asia Tenggara, tradisi menyematkan gelar haji sering kali dianggap sebagai simbol prestise sosial. Namun, penting untuk diingat bahwa nilai sesungguhnya dari haji adalah bukan sekadar gelar atau status, melainkan keikhlasan dalam beribadah dan kesediaan untuk terus berbuat baik serta menebar kedamaian dalam kehidupan sehari-hari.
Haji mabrur, atau haji yang diterima oleh Allah SWT, ditandai dengan perubahan positif dalam perilaku dan spiritualitas seseorang. Haji bukanlah sekadar satu kali perjalanan, tetapi sebuah komitmen untuk terus menjadi individu yang lebih baik dan lebih bermakna dalam pengabdian kepada Allah SWT dan sesama manusia.
Dalam era globalisasi dan teknologi informasi saat ini, penting bagi umat Muslim untuk terus memahami dan menghargai nilai-nilai yang terkandung dalam ibadah haji. Kerjasama antar-negara dan peran aktif pemerintah serta lembaga sosial sangat diperlukan untuk memfasilitasi perjalanan haji yang aman, nyaman, dan bermakna bagi semua jamaah.
Dengan demikian, ibadah haji bukan hanya sebagai kewajiban keagamaan, tetapi juga sebagai peluang besar untuk merenungkan makna kehidupan dan memperkuat spiritualitas. Melalui kesempatan ini, umat Muslim dapat menjalani ibadah yang lebih bermakna dan berkontribusi positif dalam membangun kedamaian dan keharmonisan dalam masyarakat global yang multikultural. []
Editor: Hamdani
*)Penulis adalah Ketua Dewan Pakar DPP ISAD, Anggota FK KBIHU Nasional, Ketua KBIHU Al- Azhar Aceh Utara dan Ketua RAB BUDI Lamno dan Pimpinan Dayah Al Azhar Peurupok.