Oleh: Dr. Emi Yasir, Lc, MA*)
Ibadah haji merupakan salah satu pilar yang diwajibkan kepada umat Islam dengan melakukan perjalanan ke Makkah. Ibadah ini dilakukan jauh sebelum diutusnya Nabi Muhammad Saw. Kalau ditilik dari sejarahnya, sesungguhnya ibadah haji termasuk ibadah yang paling kuno, sebab ibadah haji sudah ada sejak zaman Nabi Ibrahim dan putera beliau, Nabi Ismail alaihimassalam.
Bahkan, sebagian analis sejarah menyebutkan, ibadah haji ke Ka’bah sudah dilakukan oleh Nabi Adam alaihissalam. Hal itu mengingat bahwa Baitullah atau Ka’bah di Makkah Al-Mukarramah memang merupakan masjid pertama yang didirikan di muka bumi. Sebagaimana disebutkan dalam Alqur’an, “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” (QS. Ali Imran : 96).
Mengenai dalil diwajibkannya haji ialah dalam Al-Qur’an Allah Swt berfirman, “Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana.” (QS Ali ‘Imran: 97).
Hikmah disyariatkannya semua ibadah tidak lepas dari dua hal, pertama, sebagai pengakuan bahwa dirinya sebagai hamba dan kedua, sebagai ungkapan syukur pada Allaha Swt. Ibadah haji mengandung dua hikmah ini sekaligus.
Momen ibadah haji, sebenarnya terdapat pelajaran penting terkait bermasyarakat yang perlu direnungkan, yaitu selain bersama ternyata juga tercptanya persatuan dan kesatuan. Umat Islam dalam menunaikan ibadah haji tidak pernah terlihat sendirian, yang pada tanggal 9 Dzulhijjah, seluruh jamaah haji berada di padang Arafah.
Tidak ada perselisihan dan perbedaan di dalam menetapkan hari Arafah. Semuanya sepakat dan sama. Perbedaan negara, aliran, madzhab, maupun Ormas pada waktu itu tidak menjadikan hari Arafah tersebut menunjukkan berbeda. Kebersamaan benar-benar terjadi dalam ibadah haji.
Belajar dari rangkaian ibadah itu, sebenarnya orang yang berhaji sedang mendapat pelajaran penting dalam bermasyarakat tentang persatuan umat Muslim seluruh dunia. Islam menginginkan adanya sebuah ibadah yang bisa menghilangkan sekat, miskin, kaya, tampan, jelek, kulit hitam dan putih. Di sisi Allah swt semuanya sama.
Menurut Ali Ahmad Al Jurjawi dalam kitab Hikmatut Tasyri’ wa Falsafatuh, Allah Swt mensyariatkan ibadah haji agar umat Islam dari seantero negeri bersatu dan berkumpul di satu tempat yang sama, menyampingkan semua perbedaan yang ada, mulai dari suku, budaya, negeri, mazhab dan kepentingan lainnya.
Ketika seluruh umat Muslim dari berbagai negara telah berkumpul di Makkah, akan tercipta hubungan silaturrahim yang erat dan terbentuknya kasih sayang antar satu dengan yang lainnya. Umat dari Indonesia akan mengenal orang Eropa, Arab, begitupun sebaliknya. Orang Timur juga mengenal orang India, demikian pun sebaliknya.
Dengan ibadah ini, angat tampak umat Islam bagaikan saudara kandung. Dengan itu pula, akan tercipta hubungan yang diikat oleh agama Islam dan tidak akan bisa dipisahkan oleh perbedaan ras dan suku, budaya dan bangsa. Tidak sebatas itu, adanya perkumpulan di bawah naungan Islam, dengan satu ibadah, satu bacaan, dan satu tujuan, yaitu meraih keridhaan-Nya.
Jadi ibadah haji tidak hanya sebatas ibadah biasa saja, bahkan lebih dari itu. Ibadah haji justru bentuk bukti tegaknya persatuan, kesatuan, kejayaan Islam, serta sebagai bukti kebersamaan pemeluknya. Haji juga ajang tukar pikiran dan pendapat antara negara dengan negara lainnya, suku dengan suku lainnya. []
Editor: Sayed M. Husen
*) Penulis adalah Pimpinan Dayah Madrasatul Qur’an, Aceh Besar