Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh Dr. Tgk. H. Mutiara Fahmi Razali, Lc, MA. (Foto/Ist)
Banda Aceh -- Pembumian hukum Islam secara kaffah perlu terus didorong percepatannya melalui lembaga legislatif maupun eksekutif. Demikian pula masyarakat juga wajib menaati hukum bukan sekedar kepatuhan kepada hukum negara, tapi juga sebagai wujud penyerahan diri (istislam an-nafsi) sepenuhnya kepada perintah Allah Swt.
Percepatan ini perlu dilakukan, mengingat dalam agama Islam hukum memiliki fungsi penting yaitu fungsi ibadah, amar makruf nahi mungkar, fungsi zawajir (penyadaran), serta fungsi fungsi tanzim wa islah al-ummah.
Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh Dr. Tgk. H. Mutiara Fahmi Razali, Lc, MA menyampaikan hal tersebut dalam khutbah Jumat di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, (01/03/2024).
Pengajar pada Dayah Darul Ihsan Tgk H, Hasan Krueng Kalee Aceh Besar menguraikan, bahwa hukum Islam adalah peraturan yang ditetapkan oleh Tuhan dan wajib diikuti oleh umat manusia. Kepatuhan terhadap hukum Islam tidak hanya dianggap sebagai pelaksanaan aturan, tetapi juga sebagai bentuk ibadah kepada Tuhan. Lebih dari sekadar patuh, kepatuhan terhadap hukum Islam juga dianggap sebagai indikator utama dari tingkat keimanan seseorang.
“Dengan mematuhi hukum-hukum Allah, individu menunjukkan komitmen mereka pada nilai-nilai spiritual, moral, dan etika yang diajarkan oleh agama Islam. Oleh karena itu, kepatuhan terhadap hukum Islam tidak hanya menjadi kewajiban, tetapi juga menjadi jalan menuju pemantapan keimanan dan hubungan yang lebih dekat dengan Tuhan dalam pandangan keyakinan Islam,” ungkapnya.
Menurut Ustaz Mutia Fahmi, setiap mukmin diwajibkan melakukan perubahan sosial sesuai dengan kapasitas dan kewenangannya. Kewenangan pemerintah mengubah kemungkaran dengan membuat regulasi dan penegakan hukum syariat. Kewenangan para ulama dan cendekiawan adalah menyampaikan ilmu, saran dan kritik, baik kepada pemerintah maupun masyarakat.
“Sementara kewenangan masyarakat adalah saling menasihati, mengawasi, dan melaporkan kemungkaran di sekitar wilayahnya kepada pihak yang berwenang. Jika mereka tidak mampu, minimal membenci kemungkaran dengan hatinya,” tegasnya.
Demikian pula, urai Ustaz Mutiara Fahmi, fungsi hukum Islam dapat diartikan sebagai sarana pemaksa yang bertujuan melindungi warga masyarakat dari segala bentuk ancaman dan perilaku yang membahayakan. Terlihat jelas dalam pengharaman tindakan membunuh dan berzina, hukum Islam memberlakukan ancaman atau sanksi hukum sebagai bentuk perlindungan.
Qishash dan diyat digunakan untuk tindak pidana terhadap jiwa atau tubuh, hudud diterapkan untuk kejahatan tertentu seperti pencurian, perzinaan, qadhaf, hirabah, dan riddah. Sementara ta'zir digunakan untuk tindak pidana di luar kategori tersebut.
Adanya sanksi hukum mencerminkan fungsi hukum Islam sebagai alat pemaksa yang bertujuan melindungi warga masyarakat dari segala bentuk ancaman dan perilaku yang berbahaya. Fungsi ini dapat dikenal dengan istilah "zawajir," guna menciptakan landasan hukum yang mengatur dan menegakkan keamanan serta ketertiban dalam masyarakat.
Fungsi hukum sebagai sarana pemaksa ini diperlukan dalam rangka memenuhi tujuan pensyariatan hukum (maqashid as-Syari’ah) yaitu memelihara agama (Hifz al-Din), memelihara jiwa (Hifz al-Nafs), memelihara akal (Hifz al-'Aql), memelihara keturunan (Hifz al-Nasl), serta memelihara harta (Hifz al-Mal).
“Tidak ada satupun hukum pidana yang diterapkan dalam Islam kecuali dimaksudkan demi menjaga maqashid syara’ tersebut,” tegasnya.
Selanjutnya, Ustaz Mutiara Fahmi menguraikan, fungsi hukum dalam Islam juga berperan sebagai sarana untuk mengatur dan memperlancar proses interaksi sosial, dengan tujuan mewujudkan masyarakat yang harmonis, aman, dan sejahtera. Dalam beberapa konteks, hukum Islam menghadirkan aturan yang rinci dan mendetail, khususnya dalam masalah muamalah.
Meskipun pada umumnya hukum Islam hanya menetapkan aturan pokok dan nilai-nilai dasarnya dalam muamalah, rincian dan implementasinya diberikan kepada para ahli dan pihak yang berkompeten di bidang masing-masing. Tetapi, prinsip-prinsip dasar ini tetap dipegang teguh. Fungsi ini dikenal dengan istilah tanzim wa islah al-ummah, yang mencerminkan upaya hukum Islam dalam mengatur dan memperbaiki masyarakat.
“Fungsi-fungsi hukum Islam tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan saling terkait, membentuk suatu kesatuan yang integral untuk mencapai tujuan utama, yaitu terbentuknya masyarakat yang teratur, adil, dan sejahtera,” pungkasnya. [Sayed M. Husen]