Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Ustaz Dr. H. Badrul Munir, Lc, MA. (Foto/Ist)
Aceh Besar -- Setelah terpilih dan diberikan amanah dalam pemilu yang baru saja berlangsung, bersiaplah melaksanakan janji-janji yang telah diprogramkan dan jangan mengkhianati rakyat. Jangan pula mengutamakan kepentingan pribadi dan golongan di atas kepentingan rakyat, sejahterakan rakyat, jangan korupsi, tegakkan kesetaraan hukum, serta berlaku adil.
Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Ustaz Dr. H. Badrul Munir, Lc, MA, menyampaikan hal tersebut dalam khutbah Jumat di Masjid Baitul Maghfirah, Gampong Payatieng, Kecamatan Peukan Bada, Jumat, (16/02/2024).
“Islam adalah agama yang sempurna ajarannya, mengatur tidak saja hubungan manusia dengan dengan Pencipta, tetapi juga hubungan manusia sesama manusia, bahkan hubungan manusia dengan lingkungannya, flora dan fauna,” ujar Ustaz Badrul Munir.
Ia menjelaskan, ajaran Islam berkharakteristik sumber hukumnya berasal dari wahyu ilahi, berdimensi duniawi, ukhrawi, serta senantiasa berorientasi merealisasikan kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat. Meraih kemaslahatan dan menghindari kemudaratan melalui menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, harta dan lingkungan hidup adalah esensi penting dalam perumusan setiap hukum Islam.
Menurut Ustaz Badrul Munir, setiap hukum yang diwajibkan dan diperintahkan, pasti terdapat kemaslahatan yang ingin diraih dan setiap hukum yang diharamkan atau dilarang, pasti terdapat kemudaratan yang dihindari.
Imam Syatibi dalam al-Mufawaqat mengatakan, bahwa syariat Islam diturunkan untuk meraih kemaslahatan dan menolak kemudaratan. Prinsip ini menjadi landasan dan pondasi setiap penetapan hukum dalam syariat Islam.
Hierarki atau tata urut pertimbangan maslahah yaitu meraih yang paling maslahat diantara yang maslahat, kemudian meraih maslahat daripada yang dapat membawa mudarat dan selanjutnya memilih yang paling sedikit mudarat, jika tidak terdapat yang paling mashlahat.
“Adakalanya kemaslahatan lebih diutamakan jika banyak maslahatnya dan adakalanya menghindari kemudaratan lebih diutamakan jika nilai mudharat lebih banyak dari nilai maslahat,” ungkap Ustaz Badrul Munir.
Karena itu, memilih pemimpin dalam sistem demokrasi melalui pemilihan umum, maka juga diperlukan pertimbangan kemaslahatan dan kemudaratan, artinya ketika memilih calon presiden dan wakil presiden, setiap pemilih harus memperhatikan sejauh mana calon tersebut mampu membawa kemaslahatan, baik bagi agama, bangsa dan negara, serta peningkatan kesejahteraan rakyat, penegakan supremasi hukum dan keunggulan kualitas program yang ditawarkan.
“Pemilihan pemimpin adalah bentuk kesaksian dan penilaian pemilih terhadap yang dipilih dan bentuk pertanggungjawaban moral dan sosial pemilih, sehingga pemilih telah memilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan kemaslahatan dan menghindari kemudaratan sesuai dengan hierarkinya,” ujarnya.
Ustaz Badrul Munir menyampaikan, ketika mencoblos di bilik suara, terdapat sejumlah opsi berdasarkan prinsip-prinsip pertimbangan kemaslahatan. Opsi pertama, yaitu memilih calon pemimpin yang terbaik dan paling banyak membawa kemaslahatan.
Opsi kedua, memilih calon pemimpin yang baik dari pemimpin yang tidak baik, jika opsi pertama tidak terpenuhi. Jika opsi kedua tidak terpenuhi, turun ke opsi terakhir, yaitu memilih pemimpin yang paling sedikit mudaratnya di antara semua calon yang paling banyak mudaratnya.
“Jika pemilih dihadapkan pada dua mudarat atau lebih, mudarat lebih besar harus ditolak dan dihindarkan dengan melakukan mudarat yang lebih ringan. Oleh karena itu, dalam pemilu yang baru saja berlalu pasti tidak asal pilih, apalagi kalau memilih karena telah menerima sogokan berupa sembako dan uang suap (risywah),” ujarnya.
Akhirnya, Ustaz Badrul Munir menegaskan, setiap pilihan yang telah kita tentukan, akan diminta pertanggungjawaban secara perspektif syariat, pertimbangan kemaslahatan dan kemudaratan dan rasionalitas keunggulan program, serta komitmen untuk mewujudkan visi dan misi bagi yang terpilih dan diberikan amanah oleh rakyat. [Sayed M. Husen]