Banda Aceh – Teungku atau ulama dayah sebagai pihak yang memiliki pengaruh di masyarakat Aceh hendaknya menyampaikan pesan kepada masyarakat tentang bahaya politik uang, sebab politik uang (money politik) merupakan sumber dari segala kerusakan dan korupsi dalam praktik politik.
Wakil Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan (FISIP) UIN Ar-Raniry, Eka Januar Msoc.Sc menyampaikan hal itu saat mengisi Kajian Aktual Tastafi Banda Aceh di Banda Aceh, Sabtu malam, (10/02/2024).
“Politik uang merupakan kejahatan politik dan ini menjadi masalah besar. Efeknya bisa jadi jangka panjang dan menghancurkan akhlak generasi bangsa. Politik uang akan menghancurkan demokrasi dan penghinaan bagi masyarakat. Oeh sebab itu harus dilawan bersama, baik oeh teungku-teungku dayah maupun masyarakat umum,“ ujar Eka Januar.
Kajian Aktual Tastafi dengan tema Memaksimalkan Peran Teungku Dayah dan Masyarakat Umum Melawan Politik Uang dalam Pemilu ini diselenggarakan oleh Majelis Tastafi Kota Banda Aceh bekerjasama dengan Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Alumni Dayah (DPP ISAD) dan Himpunan Pengusaha Santri (HIPSI) Aceh. Selain itu, juga didukung oleh Pengurus Besar Ikatan Mahasiswa Alumni Dayah (IMADA).
Lebih lanjut, Eka Januar dalam ulasannya mengatakan, apa pun pemberian baik berbentuk uang, sembako, dan sarung itu merupakan penghinaan, hanya saja masyarakat tidak menyadarinya.
“Kehancuran negara besar pada zaman dahulu karena money politik, seperti Mesir kuno,” tegasnya.
“Modus politik uang bisa secara langsung memberikan barang, ada yang sistemnya uang muka dan setengahnya dilunasi jika terpilih. Jika budaya money politik terus berlanjut, maka anak muda yang ingin jadi caleg malah sulit menang seandainya tidak punya modal,“ kata Eka Januar.
Narasumber lainnya, Tgk. Akmal Abzal, SHI, menyebutkan, orang yang tidak melihat secara obyektif dinamika politik dan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, lalu menyembunyikan fakta, maka harus disadarinya agar kebenaran fakta tidak dianulir oleh pilihan politik.
“Jangan sembunyikan fakta walau pahit sekali pun. Setiap kebenaran mesti disampaikan kendati pahit rasanya. Dalam persoalan pemilu, berikan hak kepada masyarakat untuk empati pada pasangan idolanya,” jelas Tgk Akmal yangjuga Komisioner Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh periode 2018-2023 ini.
Menurut Tgk Akmal Abzal yang juga pendakwah kondang ini, dulu ada adagium yang menyebut na peng na inong (ada uang ada istri), namun seiring waktu narasi itu terdengar pula di musim pemilu; na peng na kursi, hana peng hana kursi (ada uang ada kursi, tidak ada uang tidak ada kursi). Fakta lapangan memang demikian, biaya besar digelontorkan caleg untuk mendapatkan kursi dewan.
“Karena itu, mari sama-sama lawan money politic dan megedukasi masyarakat untuk menjadi pemilih sehat,” pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum DPP ISAD, Tgk Mustafa Husen Woyla SPd.I dalam sambutannya mengatakan, kajian ini rutin dilaksanakan setiap bulan dan telah dilaksanakan sejeka tiga tahun terakhir.
Melalui kajian ini, dia menegaskan, pihaknya selalu kampanyekan kebaikan dan tidak memihak pada siapa pun. [Sayed M. Husen]