Banda Aceh - Di awal tahun 2024 ini mulai masuk tahun ajaran baru bagi para siswa sekolah. Tidak terkecuali bakal menambah keruwetan keadaan ekonomi para orangtua. Bukan saja harus memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, tapi juga wajib menyediakan segala perlengkapan sekolah bagi anak-anaknya.
Tentu segala macam kebutuhan di atas, tidak akan relevan jika muncul sejumlah kebutuhan lainnya yang semestinya tidak perlu para orangtua siswa keluarkan.
"Sehingga jangan sampai dikarenakan alasan sepele, anak-anak justru tidak mendapatkan hak dasar untuk belajar," hal ini diungkapkan Direktur Yayasan Bantuan Hukum Anak (YBHA) Peutuah Mandiri Rudy Bastian melalui rilis yang diterima media ini Sabtu, (06/01/2024)
Karena hak menurut Rudy Bastian, untuk mendapatkan pendidikan merupakan hak dasar setiap anak. Anak dijamin dan diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk medapatkan pendidikan tanpa tandensi batasan apapun.
"Pihak sekolah sebagai institusi negara yang mengurusi pendidikan, sudah selayaknya wajib mendukung dan menjujung tinggi hak anak tersebut," ujar Rudy Bastian.
Hal ini menjadi penting menurut Rudy Bastian, dikarenakan mencerdasakan kehidupan bangsa semua dimulai dari dunia pendidikan.
"Anak-anak yang punya semangat keras untuk belajar dan bersekolah wajib didukung dan disupport secara bersama dalam bentuk apapun. Pihak sekolah tidak bisa dengan alasan kepentingan fasilitas dan alasan apapun justru makin membebankan sejumlah biaya kepada para peserta didik," katanya.
Terlebih saat ini menurut Rudy Bastian, himpitan ekonomi semakin membuat para orangtua semakin sulit dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, bahkan bisa saja diperparah dengan sejumah pungutan-pungutan lain yang sebenarnya bisa dihindari di dunia pendidikan.
"Sekolah bukan tempat berbisnis, negara telah hadir dengan menyediakan sejumlah gelontoran anggaran dan ditunjang dengan bantuan fasilitas yang rutin diberikan ke sekolah-sekolah. Sudah saatnya sekolah memformulasikan pola pencarian dukungan anggaran dengan cara lain yang lebih efektif tanpa harus membebankan kepada peserta didik atau orangtuanya," ujarnya.
"Kami menemukan masih banyak sekolah yang selama ini membebankan sejumlah kewajiban kepada peserta didik dan orangtuanya dengan berbagai macam dalih dan tujuan. Hal ini sangat kita sayangkan, kami berharap dinas pendidikan terkait melakukan proses pembinaan dan pemantauan serius terkait hal ini agar dunia pendidikan terbebas dari segala macam pungutan dan kewajiban setoran biaya dengan maksud apapun," lanjut Rudi Bastian.
Tambah Rudy Bastian, Komite Sekolah sebagai penyambung lidah para orangtua sudah semestinya menjadi lembaga pengingat bagi pihak sekolah, agar tidak melakukan pungutan-pungutan apapun lagi terhadap peserta didik.
"Komite Sekolah bersama pihak manajemen sekolah wajib bersama-sama mencari solusi lain dalam menutupi kekurangan-kekurangan anggaran dan fasilitas yang dibutuhkan sekolah," ujarnya.
Karena jika mengacu pada Permendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah mengatur batas-batas penggalangan dana yang boleh dilakukan Komite Sekolah.
"Penggalangan dana tersebut ditujukan untuk mendukung peningkatan mutu layanan pendidikan di sekolah dengan azas gotong royong. Dalam Permendikbud tersebut, Komite Sekolah diperbolehkan melakukan penggalangan dana berupa Sumbangan Pendidikan, Bantuan Pendidikan, dan bukan pungutan," terang Rudi Bastian.
Di Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 pasal 10 ayat (1) dijelaskan bahwa Komite Sekolah melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan. Kemudian pada pasal 10 ayat (2) disebutkan bahwa penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan.
Yang dimaksud dengan Bantuan Pendidikan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh pemangku kepentingan satuan pendidikan di luar peserta didik atau orang tua/walinya, dengan syarat yang disepakati para pihak. Sumbangan Pendidikan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa/ oleh peserta didik, orang tua/walinya, baik perseorangan maupun bersama-sama, masyarakat atau lembaga sevara sukarela, dan tidak mengikat satuan pendidikan. Kemudian Pungutan Pendidikan adalah penarikan uang oleh Sekolah kepada peserta didik, orang tua/walinya yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan.
"Memang kita akui ada dua kategori sekolah, yaitu sekolah penerima BOS, dan sekolah yang tidak menerima BOS. Sekolah penerima BOS tidak boleh sewenang-wenang menentukan pungutan, karena ada 13 poin pembiayaan di sekolah yang bisa menggunakan dana BOS. Ia menjelaskan, di poin ke-13 terbuka kesempatan bagi sekolah meminta pungutan, karena poin ke-13 itu merupakan kebutuhan lain sekolah yang tidak bisa didanai BOS karena sudah digunakan untuk membiayai 12 poin lain.
Permendikbud tentang Komite Sekolah maupun Permendikbud tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar tidak untuk membebani orang tua/wali yang tidak mampu," papar Rudy Bastian.
Tambah Rudy Bastian lagi, sumbangan memang bisa diminta dari orangtua siswa, tetapi tidak untuk seluruh orangtua, karena sifatnya sukarela.
"Ketika sumbangan itu diberlakukan untuk seluruh orangtua, itu jatuhnya jadi pungutan. Dalam menentukan pungutan pun, sekolah harus melihat kemampuan ekonomi orang tua siswa," pungkas Rudy Bastian yang mempunyai alamat kantor di Jalan Keuchik Amin, No. 4 Gampong Beurawe, Kec. Kuta Alam, Kota Banda Aceh. [Hamdani]