Banda Aceh -- Ketua Prodi Hukum Keluarga, UIN Ar-Raniry Banda Aceh Dr. H. Agustin Hanapi, Lc, MA, perceraian merupakan alternatif terakhir, setelah semua solusi yang ditempuh mengalami jalan buntu, sebab yang akan mengalami dampak terbesar dari perceraian adalah anak yang akan kehilangan figur dan kasih sayang.
Agustin Hanapi menyampaikan hal tersebut dalam rangka menjawab pertanyaan media di Banda Aceh, pada Minggu, (07/01/2023) kemarin, tentang masih tinggginya angka perceraian tahun 2023 yang diputuskan oleh Mahkamah Syar’iyah Jantho (MS) dan MS Banda Aceh.
Panitera Mahkamah Syar’iyah (MS) Jantho Akmal Hakim Bs, SHI, MH, dalam rilis akhir tahun 2023 baru-baru ini mengatakan, MS Jantho telah mengadili perkara cerai talak 93 perkara dan perkara cerai gugat istri (menggugat cerai suami) sejumlah 325 perkara.
Sementara data MS Banda Aceh pada tahun yang sama, telah mengadili cerai talak 99 perkara dan cerai gugat 296 perkara. Yang menjadi faktor penyebab perceraian yaitu meninggalkan salah satu pihak sejumlah 30 perkara, perselisihan terus menerus di dalam rumah tangga berjumlah 234 perkara dan faktor penyebab kekerasan dalam rumah tangga ada 6 perkara.
“Penyebab perceraian lainnya, akibat faktor pidana dihukum salah satu pihak berjumlah 4 perkara, dan faktor poligami 2 perkara, sebab ekonomi rumah tangga 11 perkara dan murtad 1 perkara, madat 1 perkara, judi 2 perkara, cacat badan 1 perkara,” kata Panitra MS Banda Aceh, Ratna Juita, Jumat (05/01/2023).
Dari data ini, Agustin Hanapi menjelaskan, sebenarnya konflik dalam rumah tangga sesuatu yang lumrah, tetapi masalahnya bagaimana cara pasangan dewasa menghadapi dan menyelesaikannya.
Untuk itu, ia menyarankan kiat memperkokoh ketahan keluarga dengan menjauhi phubbing (yang hanya fokus dengan HP saat di rumah), sering-sering menanyakan keluhan pasangan, membuat visi misi keluarga, serta menanggapi dengan baik komunikasi pasangan, bukan menganggapnya angin lalu.
Dalam memperkokoh ketahanan keluarga, sejak awal ketika telah memutuskan untuk mempersunting seorang perempuan, berarti telah siap lahir batin.
“Menikah adalah untuk beribadah kepada Allah, bukan hanya mengubah status. Ketika seorang perempuan bersedia menerima lamaran laki-laki, tentu ada harapan indah dalam benaknya, dia akan mendapatkan kebahagiaan melebihi yang ia dapatkan bersama keluarganya selama ini,” ujarnya.
Menurut Agustin, seorang istri yakin suaminya akan mengayomi dan melindunginya kelak. Dia yakin betul, semua itu akan didapatkan bersama suaminya, maka suami jangan sampai menyia-nyiakan harapan tersebut.
Demikian pula, tambah Agustin, satu sama lain saling harus berkomitmen dan berusaha menjaga ketahanan keluarga. Satu sama lain merupakan amanah Allah yang harus dijaga, dihargai, dan dimuliakan.
Kemudian, perlu mengetahui bahasa kasih pasangan, sering menyediakan waktu untuk quality time, mengapresiasi, dan memuji apa yang telah dilakukan oleh pasangan.
Untuk menghindari perceraian, pasangan suami istri juga perlu terus menerus mengupgrade diri dengan ilmu pengetahuan, seperti tentang hukum keluarga, psikologi, keuangan keluarga, serta menghadiri majelis ilmu terkait parenting.
“Di sisi lain, tanggalkan status sosial ketika di rumah, statusnya suami dari si fulan atau istri dari si fulan. Jadi relasinya sebagai mitra dan patner. Bukan antara atasan dengan bawahan,” pungkas penulis produktif ini. [Sayed M. Husen]