Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Aceh, Ir. Mawardi, saat menyampaikan sambutan Penjabat Gubernur Aceh sekaligus membuka FGD "Optimalisasi Wilayah Sabang sebagai Dukungan Berkelanjutan untuk Industri Minyak dan Gas di Aceh", di Hotel Kyriad Muraya, Banda Aceh, Kamis (11/01/2024). (Foto/Ist)
Banda Aceh – Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) menggelar focus grup diskusi (FGD) yang diikuti lintas pemangku kepentingan yang membahas potensi optimalisasi Kawasan Sabang, sebagai basis pendukung untuk industri minyak dan gas di Aceh. FGD ini dibuka Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Aceh Mawardi, mewakili Penjabat Gubernur Aceh, pada Kamis, (11/01/2024).
FGD ini membahas urgensi persiapan infrastruktur shorebase yang memadai sebagai langkah awal untuk mendukung rencana besar Indonesia dalam mengeksplorasi sumber migas di perairan lepas pantai Aceh.
Dalam sambutan Pj Gubernur yang dibacakan Mawardi, menekankan, peran strategis Sabang sebagai pusat konektivitas migas Aceh. Dengan kemungkinan pengeksplorasian kandungan migas di perairan laut Andaman, Sabang dianggap sebagai lokasi yang strategis untuk dikembangkan sebagai shorebase atau pelabuhan terminal penghubung.
“Pelabuhan laut yang ideal di Sabang menjadi daya tarik utama, menyediakan konektivitas yang efisien antara industri migas di perairan laut Aceh dan wilayah darat,” ujarnya.
Dalam konteks ini, kata Mawardi, status Sabang sebagai kawasan free trade zone juga diakui sebagai faktor penting. Kemudahan ini diharapkan dapat menjadikan Sabang sebagai pusat konektivitas utama bagi Aceh dengan dunia internasional, memfasilitasi aliran migas kepada pasar global.
Temuan baru-baru ini oleh Kementerian ESDM tentang lapangan migas di wilayah perairan Aceh menambah urgensi persiapan ini. Pemerintah menyoroti bahwa pembahasan dan perencanaan fasilitas pendukung, seperti shorebase, harus segera dimulai, agar segala sesuatu siap ketika rencana eksplorasi mendekati kepastian.
FGD ini dianggap sebagai langkah penting dalam membahas persiapan yang diperlukan. Dengan tersedianya fasilitas pendukung yang memadai, potensi migas di perut bumi Aceh dapat dioptimalkan, mendukung pencapaian target produksi nasional pada tahun 2030. Para peserta FGD berharap bahwa diskusi ini akan menghasilkan rekomendasi terbaik untuk kemajuan sektor tambang dan mineral di Aceh.
Dengan segala perubahan dinamika industri migas, pembahasan ini diharapkan menjadi titik awal untuk memastikan bahwa Aceh dapat memainkan peran kunci dalam mendukung target produksi nasional dan menjadi lumbung migas strategis di Indonesia. [Sayed M. Husen]