High Level Discussion (HLD) di Jakarta, Rabu (06/12/2023) kemarin. (Foto/Ist)
Jakarta -- Penantian panjang masyarakat Aceh terhadap implementasi pasal 192 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) menemukan titik terang, setelah Kementerian Keuangan Republik Indonesia disepakati menjadi pemrakarsa RPP Zakat Sebagai Faktor Pengurang Pajak dalam High Level Discussion (HLD) di Jakarta, Rabu, (06/12/2023) kemarin.
Forum HLD Prakarsa Regulasi Implementasi Zakat sebagai Pengurang Pajak dan Pendapatan Asli Daerah di Provinsi Aceh sesuai UU 11/2006 tersebut diinisiasi oleh Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) dengan mengundang Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Agama. Hadir juga Kementerian Hukum dan HAM, Badan Amil Zakat Nasional, Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah (KDEKS) Provinsi Aceh, serta Pemerintah Aceh.
Direktur Keuangan Sosial Syariah KNEKS Ahmad Juwaini menyampaikan, dua amanah UU 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh terkait pengelolaan zakat yaitu Pasal 180 tentang zakat sebagai bagian pendapatan asli daerah dan pasal 192 tentang zakat yang dibayar menjadi faktor pengurang terhadap jumlah pajak penghasilan terhutang dari wajib pajak.
“Pasal 192 sampai hari ini masih belum terlaksana, karena tidak adanya payung hukum yang mengatur teknis implementasinya,” tegasnya.
Pemerintah Aceh telah berupaya melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat terkait implementasi kekhususan pengelolaan zakat Aceh tersebut dengan menyurati Pemerintah Pusat.
“Setidaknya, dalam catatan KNEKS, upaya ini sudah lima kali dilakukan oleh Pemerintah Aceh sejak 12 April 2007 oleh Wagub Muhammad Nazar dan terakhir pada 11 September 2023 oleh Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki. Ini menjukkan ada harapan besar dari masyarakat Aceh, kekhususan ini segera terwujud,” harapnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif KDEKS Aceh Prof. Dr. Syahrizal Abbas, MA yang memimpin delegasi Aceh dalam HLD tersebut menyampaikan, dasar historis dan yuridis Keistimewaan Aceh, termasuk dalam pengelolaan zakat yang merupakan bagian integral dalam Pendapatan Asli Aceh.
“Arahan Wakil Presiden, KH Ma’ruf Amin saat pengukuhan KDEKS Aceh 7 September 2023 lalu untuk merealisasikan zakat sebagai faktor pengurang pajak di Aceh,” ujarnya.
Selanjutnya, Plt Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Aceh Ramzi, M.Si menyampaikan, pengakuan zakat sebagai faktor pengurang pajak untuk Aceh mendesak diimplementasikan mengingat dana otsus Aceh akan berkurang, sehingga dana pembangunan Aceh harus diupayakan secara mandiri. Ia menambahkan, setidaknya, dana zakat yang dibayar dan masuk sebagai PAD Aceh akan membantu kemandirian fiskal Aceh dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dari beberapa pendapat dalam HLD, utusan kementerian yang hadir mendukung kekhususan Aceh dalam pengelolaan zakat dan menyatakan siap terlibat dalam penyusunan RPP Zakat sebagai Faktor Pengurang Pajak secara lebih detail. Kementerian Dalam Negeri bahkan sudah menyiapkan anggaran untuk pembahasan secara intens RPP yang menjadi kekhususan tersebut pada tahun 2024.
Perwakilan BAZNAS, Mahdum, mengatakan, jika RPP ini disahkan, akan berdampak strategis terhadap pengelolaan zakat yang lebih optimal di Indonesia, karena zakat menjadi bagian dari kebijakan fiskal yang secara sistematis akan mendorong pertumbuhan ekonomi Aceh.
“Akhirnya forum merekomendasikan Kementerian Keuangan menjadi pemrakarsa RPP Zakat sebagai Faktor Pengurang Pajak dan membentuk kelompok kerja dengan melibatkan berbagai kementerian terkait dan juga Pemerintah Aceh dalam penyusunan draf RPP tersebut. Dengan kejelasan inisiator RPP ini, penantian 17 tahun untuk aturan teknis mekanisme zakat sebagai faktor pengurang pajak segera berakhir,” pungkas Prof. Syahrizal Abbas. [Sayed M. Husen]