Aceh Besar -- Rasulullah Muhammad saw senantiasa mengedukasi umat untuk mewujudkan karakter positif dengan cara saling menghargai, menanamkan watak pemaaf, dan tidak saling dendam. Keteladanan inilah yang kian memudar dari pengikutnya dewasa ini, padahal transfer ideologi Islam telah dialami secara turun temurun sejak umat manusia mengenal kehidupan, namun nilai religi tersebut, nyaris hanya terlihat pada tataran formalitas belaka. Tidak lagi menjadi bagian esensi kehidupan keseharian umat.
Pimpinan LPI Al Anshar Lambaro Aceh Besar, Tgk. Akmal Abzal, SHI menyampaikan hal tersebut dalam khutbah Jum'at di Masjid Jami' Babussalam, Kemukiman Lam Ujong, Kecamatan Krueng Barona Jaya, pada Jumat, (24/11/2023).
“Rasulullah saw misalnya mengajarkan kasih sayang dan saling menghargai, bahkan zero toleransi atas sikap merendahkan, menyinggung, menyakiti, apalagi melukai perasaan, dan fisik orang lain, maka layaknya kita meneladani budi pekerti Rasulullah saw,” ujarnya.
Karena itu, anggota Dewan Pakar Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) Aceh ini, meminta hidup yang ideal sebagai umat Muhammad saw dengan saling berkasih sayang, hidup berdampingan dengan toleransi yang patut dan layak.
“Jangan membicarakan kekurangan orang lain dalam kondisi kita sendiri kadang masih penuh salah dan dosa, menuding orang lain dengan selogan yang merendahkan, dan menyesatkan di saat kita sendiri belum mengenal dekat orang-orang tersebut. Inilah yang diatur oleh Islam agar tatanan hidup menjadi normal,” urainya.
Nabi saw konsisten dengan sikap keras dan tegas dalam melawan kekafiran dan kekufuran, namun saat bersamaan Rasulullah saw mendoktrin umatnya dengan nilai kasih yang tak berbatas, baik pada sesama dan segenap semesta.
Tgk. Akmal mengingatkan kembali sejarah Nabi saw yang memaafkan Yahudi yang acap meludahnya ketika melintas di depan rumah Yahudi tersebut. Justru pada saat Yahudi jatuh sakit, malah Nabi saw dengan para sahabat manusia perdana yang menjenguknya.
Lain lagi dengan kisah Duktsur yang jatuh pedangnya ketika mengancam Nabi saw dengan kematian. Hanya dengan kalimat Allah terucap di mulut suci Rasulullah, pedang di tangan Duktsur terjatuh dan Nabi saw mengembalikan pedangnya sambil memaafkan Duktsur. Beliau meminta prajurit Yahudi tersebut kembali ke pasukannya.
“Cerita ini terus diulang-ulang oleh banyak da’i dan khatib, sebab dua cuplikan singkat kisah Nabi saw tersebut sama dengan Nabi saw menyampaikan pesan kepada umat, jangan merendahkan orang lain, bahkan berikan maaf orang yang pernah menyakitimu sekalipun,” ujarnya.
Oleh karena itu, sudah saatnya umat Islam memperhatikan kembali keteladanan yang kian memudar dalam masyarakat akhir-akhir ini. Transfer ideologi Islam melalui berbagai aktivitas dakwah, pengajian dan bentuk kampanye lainnya perlu terus-menerus dilakukan oleh setiap pribadi dan lembaga dakwah yang perduli terhadap kehidupan umat. [Sayed M. Husen]