Oleh: Juariah Anzib, S.Ag*)
Islam memberikan petunjuk kepada umatnya untuk tidak hanya fokus pada ibadah semata, melainkan juga diberikan keleluasaan berupaya mencapai kekayaan yang halal.
Umat Islam diberi kebebasan meraih harta dengan cara berjual beli, menyewa, berwirausaha, dan metode lain yang halal. Kekayaan tersebut, jika diperoleh dengan cara yang benar, tidak hanya akan membawa kebahagiaan di dunia, tetapi juga di akhirat.
Dr. 'Aidh al-Qarni, dalam bukunya "Muhammad Sang Inspirator Dunia," mengutip sabda Rasulullah saw yang memberikan motivasi kepada umatnya untuk meraih harta halal.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa'id, Rasulullah saw menyatakan, "Sungguh, harta terlihat hijau (segar) dan manis. Barangsiapa yang memperoleh harta dengan cara yang halal dan menggunakannya pada jalan yang benar, maka itulah pertolongan terbaik. Namun, bagi yang memperolehnya dengan cara yang tidak halal, ia seperti orang yang makan tetapi tidak pernah merasa kenyang." (Muttafaqun 'alaih).
Harta yang tersebar di bumi adalah nikmat yang luar biasa. Kekayaan merupakan penolong terbaik dalam berbagai aspek kehidupan. Hidup di dunia ini memerlukan harta sebagai sarana mencapai tujuan akhirat.
Berbagai amalan sosial, seperti berbakti kepada orang tua, mengasuh anak yatim, memakmurkan masjid, berinfak dalam kebaikan, bersedekah, serta membantu saudara yang mengalami kesulitan ekonomi, semuanya membutuhkan dukungan kekayaan. Tanpa kekayaan, amalan-amalan tersebut sulit dilaksanakan.
'Aidh al-Qarni menegaskan, Islam sangat menghargai martabat diri. Oleh karena itu, Rasulullah saw melarang umatnya untuk terjerumus dalam permintaan-minta. Rasulullah mendorong umatnya mencari rezeki dengan usaha sendiri, menjaga harga diri, dan meyakini rezeki telah diatur oleh Allah melalui kewajiban berusaha.
Meskipun mengemis dianggap sebagai pekerjaan halal, namun tindakan ini merendahkan diri dan menghilangkan harga diri. Rasulullah saw memberikan peringatan, tangan yang memberi (usaha sendiri) lebih mulia daripada tangan yang meminta-minta. Untuk itu, umat Islam diminta mencari rezeki yang halal, menjauhi kemalasan, dan menjaga kehormatan diri dari penghinaan.
Berdasarkan bimbingan Rasulullah, banyak sahabat menjadi kaya dengan usaha sungguh-sungguh, seperti Abdurrahman bin Auf, Thalhah bin Ubaidillah, az-Zubair bin Awwam, dan Utsman bin Affan.
Mereka menjadi orang-orang terkaya di dunia, namun tetap mengelola kekayaan mereka dengan bijak sesuai dengan ajaran Islam. Kekayaan yang mereka peroleh tidak ditimbun untuk dinikmati sendiri, melainkan sebagian diinfakkan sesuai dengan anjuran Rasulullah.
Islam melarang penimbunan harta, karena dapat menyebabkan monopoli terhadap kebutuhan pokok masyarakat dan mengakibatkan kenaikan harga yang merugikan banyak orang. Rasulullah saw menegaskan agar umatnya tidak mencari harta dengan cara yang haram, karena Allah Swt akan menolak ibadah dan doa orang-orang yang memakan rezeki haram.
Rasulullah menganjurkan pengelolaan ekonomi yang baik untuk menciptakan keadilan sosial dan memberikan bantuan kepada fakir miskin melalui zakat, sedekah, dan metode lainnya. Islam juga memandang material sebagai sarana mencapai kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat.
Jadi, menyerah pada kemiskinan tanpa usaha adalah tanda kebodohan. Meskipun seseorang miskin, tetapi memiliki harga diri dan berusaha. Hal itu lebih mulia daripada hanya mengandalkan bantuan orang lain. Untuk itu, umat Islam patut terus menerus berusaha dan berdoa untuk memperoleh kekayaan yang diridhai Allah dan mengelola kekayaan tersebut dengan bijak, serta tidak lupa memperhatikan kehidupan orang-orang yang tak punya harta. []
Editor: Sayed M. Husen
*) Penulis adalah penulis buku Menapaki Jejak Rasulullah Dan Sahabat