Peserta yang berasal dari 44 universitas dari tiga negara mengikuti U-DARE 1.0 USK Global Award On Disaster Resilience di gedung AAC Dayan Dawood, Darussalam, Banda Aceh, pada Jumat, (24/11/2023). (Foto/Ist)
Banda Aceh -- Sebanyak 44 kampus dari tiga negara, Indonesia, Malaysia dan Sri Langka mengikuti kompetisi bertemakan kebencanaan di Universitas Syiah Kuala (USK), pada kegiatan USK Global Award on Disaster Resilience atau U-Dare 2023.
Event berskala internasional tersebut dibuka secara resmi oleh Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kewirausahaan USK Prof. Dr. Mustanir, M.Sc di Gedung AAC Dayan Dawood, Banda Aceh, Jumat, (24/11/2023) lalu.
Seluruh peserta tersebut mengikuti kompetisi yang terdiri dari empat kategori yaitu Popular Scientific Writing on Disasters, Futuristic Written Ideas on Disasters, Disaster Education Media, and Short Films on Disasters.
Ketua Panitia Adelina mengatakan, kegiatan ini dilaksanakan oleh Fasilitator Tangguh Bencana (FASTANA), sebuah unit kegiatan mahasiswa USK yang dibina oleh Pusat Riset Kebencanaan USK (TDMRC). Kegiatan yang mengangkat tema “Buliding Disaster Resilience Through Innovation and Creativity” ini merupakan bagian dari kegiatan peringatan milad USK ke 62.
“Selain kompetisi bertemakan kebencanaan, kegiatan lainnya dari U-Dare 2023 ini adalah fun walk, seminar internasional, dan awarding night,” ucapnya.
Beberapa pakar kebencanaan hadir sebagai narasumber pada seminar internasional kegiatan ini, antara lain Dr. Connie Chai Ru Gan dari Griffith University, Christoph Draeger dari Yale Nus College, Prof. Dr. Syamsidik, ST, M.Sc dari TDMRC USK, dan Jarwansyah, Direktur Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB.
Prof. Mustanir menyambut baik kegiatan ini, karena mampu mendorong semangat masyarakat khususnya generasi muda untuk peduli pada isu-isu kebencanaan. Ia pun mengapresiasi peran FASTANA yang selama ini telah jadi motor penggerak kesadaran mitigasi dalam masyarakat melalui berbagai kegiatannya yang kreatif.
“Kompetisi U-Dare ini merupakan kesempatan berharga mendorong inovasi dan menciptakan media pendidikan yang kreatif dalam menumbuhkan kesadaran mitigasi bencana di masyarakat,” ucapnya.
Sementara Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) Dr. Ir. Ilyas, MP mengatakan, bencana tsunami 2004 lalu merupakan pengalaman buruk yang menunjukkan betapa minimnya pengetahuan masyarakat terhadap mitigasi bencana.
Oleh karena itu, ia menilai diskusi tentang kebencanaan tidak boleh berhenti, karena warga Aceh wajib memiliki pengetahuan mitigasi tersebut. Selain itu, Pemerintah Aceh juga sangat mendukung hadirnya komunitas kebencanaan di masyarakat untuk membantu pemerintah dalam mensosialisasikan pengetahuan kebencanaan.
“Kami sangat bersyukur, sebab USK termasuk yang sudah memiliki komunitas mahasiswa yang bergerak dalam penanggulangan bencana, melalui terbentuknya FASTANA,” ucapnya. [Sayed M. Husen]