Dosen Fikih dan Ushul Fiqh pada Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Ar-Raniry, Ustaz Dr Tgk Muhammad Yusran Hadi Lc, MA. (Foto/Ist)
Aceh Besar -- Mencintai Rasulullah saw merupakan kewajiban bagi setiap muslim, bahkan seseorang belum dikatakan beriman dengan iman yang sempurna sebelum ia mencintai Rasul saw melebihi cintanya kepada manusia dan harta. Karena, mencintai Rasulullah saw termasuk pokok agama. Ha ini sekaligus bukti dan konsekuensi beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Inilah makna syahadatain yang wajib diikrarkan oleh seorang muslim, baik dari orang kafir yang masuk Islam atau orang Islam yang terlahir dalam Islam.
Dosen Fikih dan Ushul Fiqh pada Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Ar-Raniry, Ustaz Dr Tgk Muhammad Yusran Hadi Lc, MA menyampaikan hal tersebut dalam khutbah Jumat di Masjid Besar Abu Indrapuri, Kecamatan Indrapuri, Jumat, (06/10/2023).
Dia menjelaskan, kualitas iman seseorang sangat ditentukan dengan kecintaannya kepada Rasul saw. Orang yang memiliki iman yang sempurna selalu memposisikan cintanya kepada Rasul saw dengan posisi urutan pertama dibandingkan kepada manusia lain dan harta. Cintanya kepada Rasul saw melebihi cintanya kepada orang tuanya, istri, suaminya, anaknya, bahkan dirinya sendiri dan hartanya.
“Itu sebabnya Rasulullah saw pernah menegur Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu ketika ia menggambarkan kecintaannya kepada Rasul Saw, dan menempatkan posisi cintanya kepada beliau di bawah kecintaannya terhadap dirinya sendiri, maka Rasul saw menafikan kesempurnaan imannya hingga dia menjadikan cintanya kepada Rasul saw di atas segala-galanya. Maka Umarpun menegaskan cintanya kepada Rasul saw melebihi dirinya. Lalu Rasul saw membenarkannya,” urainya.
Menurut Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh ini, para ulama sepakat mengatakan, bahwa mencintai Rasulullah saw berarti mengikuti petunjjuk Rasulullah saw, mengamalkan sunnahnya, membela sunnahnya, membela syariatnya, berselawat kepadanya sesuai pentunjuknya, patuh kepada perintah dan larangannya, menjadikannya sebagai idola dan panutan, mencintai para sahabatnya, mencintai apa yang ia cintai, dan membenci apa yang ia benci. “Inilah makna mencintai Rasulullah saw sesuai dengan syariat Islam,” tegasnya.
“Tabiat orang yang mencintai seseorang adalah mengikuti orang yang dicintai, patuh kepada perintah dan larangannya, memujinya, menyebut-nyebut namanya, membelanya, mencintai apa yang ia cintai, dan membenci apa yang ia benci,” tambahnya.
Ustaz Yusran Hadi menjelaskan, seseorang yang mencintai Rasulullah berarti dia mengikuti Rasulullah saw, patuh kepada perintah dan larangnya, mengamalkan sunnahnya, membela sunnahnya, membela syariatnya, mencintai apa yang ia cintai dan membenci apa yang ia benci. Bila tidak, berarti ia tidak mencintai Rasul saw. Ucapannya hanya klaim semata tanpa bukti, bahkan kedustaan yang nyata.
Doktor Fifikih dan Ushul Fiqh pada International Islamic University Malaysia (IIUM), mengutip kitab yang ditulis seorang ulama besar dari Andalusia Asy-Syifaa Bi Ta’riifi Huquuqil Mushthafaa”, bahwa Al-Qdhi Iyadh rahimahullah (wafat 544 H), menyebutkan tanda-tanda orang yang mencintai Rasulullah saw, antara lain, pertama, mengikuti sunnah Rasulullah saw, baik yang berupa perkataan maupun perbuatan. Dia akan mengerjakan seluruh perintah Rasulullah saw, menjauhi larangannya dan berperilaku seperti beliau dalam keadaan suka dan duka.
“Kedua, lebih memprioritaskan ajaran syariat Rasulullah saw, sehingga rela untuk mengeyampingkan dorongan syahwatnya dan ketiga, membenci manusia karena Allah, bukan berdasarkan dendam pribadi,” ujarnya.
Dengan demikian, tegas Ustaz Yusran Hadi, mencintai Rasul saw berarti mengikuti petunjuknya, mentaati perintah dan larangannya, mengamalkan sunnahnya pada setiap saat dalam kehidupan sehari-hari, bukan sekadar seremonial tahunan, serta bershalawat kepadanya sesuai yang tuntunannya.
“Mencinti Nabi dengan cara menjadikannya sebagai idola dan panutan, mencintai para sahabatnya, mencintai apa yang ia cintai, dan membenci apa yang ia benci,” pungkasnya. [Sayed M. Husen]