Banda Aceh – Pemerhati sosial di Aceh, Nasrul Zaman, mengatakan Surat Edaran (SE) Gubernur Aceh Nomor 421/11286 tentang Penguatan dan Peningkatan Pelaksanaan Syariat Islam Bagi Aparatur Sipil Negara dan Masyarakat di Aceh dibuat bukan berlandaskan pengetahuan pemimpin sebagai kepala daerah, namun cenderung mengedepankan emosional dan lemah dalam berpikir.
“Kalau pelaku usaha disuruh tutup pukul 00.00 WIB, padahal selama ini ada yang buka 24 jam, maka gubernur tidak paham bagaimana kebijakan publik itu dilakukan,” ujar Nasrul Zaman di Banda Aceh, Jumat (11/08/2023).
Sebelumnya, Juru Bicara Pemerintah Aceh Muhammad MTA di ruang kerjanya, Selasa (08/08/2023) sore menjelaskan, dalam SE tersebut, gubernur mengimbau agar para pelaku usaha di Aceh dapat memastikan tidak terjadi pelanggaran syariat Islam di tempat usaha dan menghentikan kegiatan usaha yang mengeluarkan bunyi gaduh dan mengganggu saat dikumandangkan azan.
“SE Gubernur juga mengimbau kepada warung kopi, kafe, dan sejenisnya, agar tidak membuka kegiatan usaha lewat pukul 00:00 WIB,” katanya.
Menurut Nasrul Zaman, selama ini meski buka 24 jam di Banda Aceh tidak ada kejadian kriminal dan kejahatan lain yang berisiko bagi pemilik usaha juga bagi pelanggan. Karena itu, gubernur harus paham tugasnya, bukan hanya melarang-larang demi kondusifitas yang diimpikannya.
“Tugas gubernur adalah menjaga ketertiban dan kenyamanan masyarakat dan pelaku usaha kapanpun usaha itu dilakukan. Jadi SE dungu ini menyiratkan kalau Banda Aceh tidak aman bagi pelaku usaha dan hanya menghancurkan UMKM Aceh saja, akibatnya akan sulit investor masuk Aceh,” tegasnya.
Nasrul Zaman mengingatkan, bahwa sementara ini Banda Aceh telah menjadi destinasi utama wisatawan mancanegara di Aceh dan menjadi faktor yang menghidupkan kota Banda Aceh. [Sayed M. Husen]