Oleh:Muhammad Subhan Ishak
Ibadah haji merupakan satu rukun dari lima rukun Islam yang wajib dikerjakan oleh mereka yang mampu. Ibadah haji adalah ibadah yang sangat unik karena ia diikat dengan tempat yang khusus, waktu yang khusus, dan tata cara (manasik) yang khusus pula. Dari segi tempat, haji hanya dapat dilakukan di Tanah Suci Makkah beserta Arafah.
Sedangkan dari segi waktu, ia terkait dengan hari Tarwiyah (8 Zulhijjah), hari Arafah (9 Zulhijjah), hari Nahar (10 Zulhijjah) dan hari-hari Tasyriq (11, 12 dan 13 Zulhijjah). Waktu-waktu tersebut adalah rentetan waktu haji yang perlu diikuti dan dipatuhi oleh semua jamaah haji tanpa terkecuali.
Sedangkan tatacara melakukan ibadah haji (manasik) perlu mengikuti contoh dan
arahan yang ditunjukkan oleh Rasulullah saw dalam haji Wada’. Oleh karena itu, tulisan ini ingin
merangkum napak tilas perjalanan haji Wada’ Rasulullah saw untuk dipetik intisari
dan hikmahnya yang dapat
dijadikan panduan manasik haji.
Waktu dan Kegiatan Pra-Keberangkatan
Pada tahun ke-10 hijriyah, Rasulullah saw menyampaikan hasrat kepada para sahabat tentang rencana ibadah haji untuk tahun berkenaan. Dalam beberapa hadits (seperti Sahih Al-Bukhari No. 7288; Sahih Muslim Hadith No. 1337; Sunan Ahmad, Hadith No. 905) disebutkan, bahwa Rasulullah saw memberi khutbah bertema Haji dan menerangkan rencana beliau saw untuk berhaji di tahun tersebut dan mengajak seluruh sahabat untuk turut haji bersama beliau saw untuk belajar cara manasik.
Walaupun ibadah haji bukan ibadah baru pada masa itu, tetapi Rasulullah saw sangat menekankan supaya para sahabat dapat belajar dari Rasulullah saw tentang haji yang benar untuk menghapus beberapa ritual jahiliah yang masih banyak dipraktikkan ketika itu.
Dalam khutbah tersebut juga disertai sesi
tanya-jawab tentang haji (manasik) dimana Rasulullah saw memberi peluang kepada
para sahabat untuk bertanya sekitar masalah haji. Kejadian ini terjadi pada
hari Jum’at tanggal 25 Zulkaidah tahun ke-10 hijriyah bertepatan dengan 24 Februari 632
Masehi.
Keberangkatan dari Madinah
Pada keesokan harinya, Sabtu 26 Zulkaidah, para jamaah sudah berkumpul di Madinah dan shalat Dhuhur berjamaah di Masjid Nabawi 4 rakaat bersama Rasulullah saw.
Setelah shalat, Rasulullah saw dengan menunggangi unta Al-Qaswa bergerak ke Zulhulaifah (10 km dari Masjid Nabawi, sekarang dikenal dengan nama Bir Ali). Sampai di daerah Mu’arras (Bir Ali) sebelum waktu Asar, Rasulullah saw memasang kemah, lalu shalat Asar secara qasar 2 rakaat pertanda waktu untuk qasar shalat sudah dimulai.
Pada malam harinya, Rasulullah saw bermimpi mendapat perintah untuk berihram untuk Haji Qiran (rujuk Sahih Bukhari Hadith No. 1534, 1535, 2336, 2337 & 7343; Ibn Majah, Hadith No. 2976; Abu Dawud, Hadith No. 1800). Menurut ummul mukminin Aishah RA, niat haji Rasulullah saw pada awalnya adalah Haji Ifrad (silakan rujuk Al-Bukhari, Hadith No. 1720 dan Sunan al-Nasa’i, Hadith No. 2650).
Setelah shalat Shubuh pada hari Ahad tanggal 27 Zulkaidah, Rasulullah saw yang masih berada di Bir Ali memberi tahu jamaah bahwa malaikat telah datang untuk menyuruh rombongan untuk shalat Dhuhur dan berihram setelahnya.
Pada waktu pagi tersebut, sebelum Dhuhur, Rasulullah saw mandi dan merapikan rambut, memasang kain ihram dan Aishah isteri beliau telah mewangikan badan beliau dengan musk (rujuk Al-Bukhari, Hadith No. 1538 & 5923; Muslim, Hadith No. 1190).
Setelah shala Dhuhur, Rasulullah saw berniat dan memulai Talbiyah dan membawa 63 ekor unta untuk hadyu bersamanya. Beberapa saat kemudian, malaikat Jibril datang memberi tahu Rasulullah saw supaya memerintahkan jamaah untuk menguatkan suara Talbiyah mereka (lihat Al-Tirmidhi, Hadith No. 829; al-Nasa’i, Hadith No. 2753; Ahmad, Hadith No. 8314; 16568 & 16569).
Unta Pembawa Barang Rasulullah Hilang
Rasulullah saw dan para sahabat meneruskan perjalanan dan telah tiba di suatu tempat yang bernama Bir Al-Uthayah (sekitar 40 km dari Al-Rawhah) untuk mengambil bekalan air secukupnya dan kemudian meneruskan perjalanan sekitar 5 km lagi, sehingga tiba di suatu lembah yang bernama Wadi Al-Arj untuk berkhemah. Ini terjadi pada hari Selasa tanggal 29 Zulkaidah.
Ada kejadian yang tidak diinginkan terjadi di sini. Ketika Rasulullah saw sudah siap memasang kemah, datang berita bahwa unta pengangkut barang Rasulullah saw dan Abubakar RA telah hilang. Kejadian ini menimbulkan kepanikan dan kekhawatiran pada Abubakar RA, tetapi Rasulullah menasehati beliau untuk bertawakkal.
Tidak lama berselang, unta yang hilang tersebut dijumpai kembali. Rupanya, sang penjaga unta tertidur sebentar ketika berhenti di tempat sebelumnya dan unta tersebut telah berjalan sendiri ke arah yang berbeda.
Rasulullah Jatuh Sakit dan Melihat Nabi Musa
Pada keesokan harinya, Rabu 30 Zulkaidah, setelah cukup beristirahat, rombongan melanjutkan kembali perjalanan. Setibanya di daerah yang bernama Lahyi Jamal (yakni sekitar 15 km dari Wadi Al-Arj) Rasulullah SAW diserang sakit kepala (migrane) yang kuat dan mengharuskan beliau saw harus istirahat lagi di sini (rujuk Sahih Bukhari hadits No. 1836).
Setelah diobati dan sehat kembali, rombongan Rasulullah saw melanjutkan perjalanan sekitar 75 km melalui Wadi Al-Azraq ke arah Abwa. Di Wadi ini, Rasulullah saw menceritakan bahwa beliau seolah-olah dapat melihat Nabi Musa sedang berihram menuju Makkah (Sunan Ibnu Majah 2891).
Menolak Makan Hasil Buruan dan Melihat Nabi Yunus, Nabi Hud dan Nabi Salih
Pada hari Khamis 1 Zulhijjah, rombongan telah tiba di daerah Abwa dan beristirahat di tempat ini. Abwa adalah tempat ibunda Rasulullah jatuh sakit ketika pulang berziarah ke Madinah pada saat Baginda saw masih kanak-kanak. Di kemahnya, Rasulullah saw disuguhkan masakan daging dari hasil buruan, tetapi beliau menolak karena sedang dalam keadaan ihram (lihat Al-Bukhari, Hadith No. 1825 & 2596; Muslim, Hadith No. 1193 & 1194).
Setelah cukup beristirahat, Rasulullah saw meneruskan perjalanan dan tiba di daerah yang bernama Harshah (15 km dari Abwa). Di tempat ini, seolah-olah Rasulullah SAW melihat Nabi Yunus AS dalam keadaan ihram (rujuk Sahih Muslim, Hadith No. 166; Ibn Majah, Hadith No. 2891).
Rombongan bergerak kembali menuju satu daerah yang bernama Usfan (130 km dari Harshah) melalui Jabal Jumdan (daerah yang pada hari ini dikenal dengan nama Khulais). Di daerah Usfan ini Rasulullah nampak Nabi Hud AS dan Nabi Salih AS yang sedang berihram (boleh rujuk Sunan Ahmad, Hadith No. 2067; al-Bayhaqi, Shu’ab al-Iman, Hadith No. 3714).
Tiba di Makkah
Pada hari Sabtu 3 Zulhijjah, rombongan jamaah haji Rasulullah saw bergerak ke daerah yang bernama Saraf atau sekarang dikenal dengan nama daerah Umrah Jadid yakni sekitar 60 km dari Usfan. Di daerah Saraf ini Rasulullah beristirahat dan memberi tahu tentang pertukaran niat haji asal ke tamattu’ bagi yang tidak membawa hewan hadyu (rujuk Sahih Al-Bukhari, Hadith No. 1560, 1786 & 1788; Sahih Muslim, Hadith No. 1211). Kemudian, meneruskan perjalanan ke Mekkah sejauh 17 km lagi dan tiba di Makkah, bermalam di daerah Zu Tuwa (daerah ini sampai hari ini masih menyimpan situs bersejarah sebuah sumur dan masjid kecil sebagai penanda tempat Rasulullah saw berkemah sebelum masuk ke Masjidil Haram).
Pada keesokan harinya, Ahad 4 Zulhijjah, setelah shalat Shubuh di Zu Tuwa, Rasulullah saw dan para sahabat masuk ke Masjidil Haram dari arah perkampungan Banu Hasyim dengan menunggangi unta beliau Al-Qaswa menuju gerbang masjid lalu turun dan berjalan kaki ke rukun Hajarul Aswad lalu memulai Tawaf 7 kali putaran, melakukan lari-lari kecil (ramal) pada tiga putaran pertama dan berjalan biasa pada 4 putaran setelahnya.
Lalu, Rasulullah saw shalat 2 rakaat di Maqam Ibrahim. Kemudian, beliau saw meneruskan dengan Sa’i antara Safa dan Marwah. Nabi saw tidak bertahallul, sehingga selesai haji dan menyembelih hadyu pada hari Nahar (lihat Sahih Bukhari No. 1767, N. 1691). Selesai Sa’i di bukit Marwah, Rasulullah saw menyeru mereka yang tidak membawa hewan hadyu supaya bertahallul (sebagai tanda selesai manasik umrah yang mana cara ini diberi nama Haji Tamattu’).
Perintah atau anjuran
ini berulang kali disampaikan oleh Rasulullah saw ketika berjumpa sahabat yang berbeda untuk menghapus tradisi
jahiliah yang melarang umrah di musim haji.
Lokasi Kemah Nabi di Makkah
Setelah Sa’i, Nabi saw menuju ke suatu daerah di utara kota Makkah yang bernama al-Abtah atau dikenal juga dengan nama Wadi al-Muhassab pada waktu Dhuhur. Di tempat ini, Rasulullah saw mendirikan kemah cukup lama sambil menunggu hari Tarwiyah (8 Zulhijjah). Rasulullah saw berada di Abtah sampai Shubuh hari Khamis (selama 4 hari atau 20 waktu shalat).
Hari Tarwiyah, Mina dan Arafah
Hari Kamis 8 Zulhijjah adalah hari Tarwiyah atau hari persiapan atau perbekalan. Setelah selesai shalat Shubuh di al-Abtah, Rasulullah saw bergerak menuju Mina pada waktu Dhuha, mendirikan kemah dan bermalam di Mina. Jumhur bersepakat, bahwa lokasi Masjid al-Khaif sekarang adalah lokasi tapak kemah Nabi SAW di Mina.
Setelah shalat Shubuh pada keesokan harinya 9 Zulhijjah, rombongan jamaah haji Rasulullah saw berangkat ke Arafah ketika matahari sudah terbit/awal Dhuha melalui Muzdalifah. Rasulullah saw tiba di Namirah dan tetap berada dalam tenda yang telah didirikan sebelumnya oleh pembantu beliau (lokasi tenda Rasulullah SAW diperkirakan tidak jauh dari Masjid Namirah sekarang), sehingga tergelincir matahari. Kemudian Rasulullah saw menuju ke Masjid Namirah dengan unta Al-Qaswa dan memberikan khutbah Arafah. Rabi’ah ibn Umayah dilantik bertugas mengulang khutbah nabi secara keras kalimat per kalimat. Setelah shalat Dhuhur dan Asar jamak qasar, Nabi saw naik unta menuju tempat wukuf, sehingga matahari terbenam.
Lokasi wukuf Rasulullah saw yang mashur adalah di kaki Jabal Rahmah ke arah tenggara dalam posisi menghadap qiblat. Rasulullah saw berada di Arafah hingga matahari terbenam, kemudian bergerak ke Muzdalifah, dan bermalam di sana hingga Shubuh. Di Muzdalifah, Rasulullah saw melaksanakan solat maghrib dan isya jamak ta’khir.
Hari Nahar dan Hari-Hari Tasyriq
Sabtu 10 Zulhijjah, Rasulullah saw bermabit di Muzdalifah, hingga shalat Shubuh. Jumhur bersepakat, bahwa lokasi tempat Rasulullah SAW bermabit di Muzdalifah adalah di lokasi Masjid Masy’aril Haram sekarang. Dalam hadits diceritakan oleh sahabat, bahwa Nabi saw shalat Shubuh lebih cepat dari biasanya. Setelah shalat Shubuh, Rasulullah SAW bergerak ke Mina sebelum matahari terbit sempurna untuk menyanggahi tradisi jahiliah yang melarang para hujjaj meninggalkan Muzdalifah awal pagi karena kepercayaan tertentu akan kemuliaan Muzdalifah ini. Rasulullah saw memerintahkan sepupu beliau yang masih sangat muda yang bernama al-Fadl ibn Abbas untuk mengambil kerikil untuk jumrah Aqabah di daerah Wadi al-Muhassar. Sepupu beliau memungut 7 biji kerikil seukuran biji kurma dan Rasul saw mengajarkan para sahabat tentang ukuran kerikil yang benar dan melarang sahabat berlaku ekstrem atau berlebih-lebihan dalam hal agama (rujuk Al-Nasa’i, Hadith No. 3052, 3057 & 3058; Ibn Majah, Hadith No. 3029; Ahmad, Hadith No. 1794, 1821, 1851).
Sesampai di Mina pada hari yang sama, Rasulullah melempar jumrah kubra (Aqabah) dari atas untanya (posisi Nabi saw adalah Mina di sebelah kanannya dan Masjidil-Haram di sebelah kirinya), kemudiannya pergi ke tempat penyembelihan, lalu menyembelih 63 unta dengan tangan beliau sendiri, sisanya 37 ekor unta lagi disembelih oleh Sayyidina Ali RA. Secuil dari setiap unta yg disembelih dimasak dan dimakan. Setelah penyembelihan, lalu Rasulullah saw memanggil tukang cukur untuk mencukur rambut beliau. Rambut beliau diserahkan ke Abu Talhah untuk dibagikan ke para sahabat (rujuk Sahih Muslim hadits Nomor 1305). Setelah bercukur, Rasulullah saw kemudiannya telah melepaskan kain ihram dan memakai baju biasa sebagai tanda bertahallul. Setelah itu, menuju ke Ka’bah untuk melakukan tawaf dan kembali ke Mina untuk shalat Dhuhur (Sahih Muslim No 1308). Dalam hadits yang lain disebutkan, asulullah saw melakukan shalat Dhuhur di Masjidil Haram setelah selesai Tawaf (lihat Sahih Muslim hadits No. 1218).
Hari-hari tasyriq tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijjah, Rasulullah saw berada di Mina dan melakukan tiga jumrah setiap harinya, sehingga tanggal 13 Zulhijjah. Setelah jumrah Aqabah terakhir pada tanggal 13 Zulhijjah sebelum Dhuhur, Rasulullah saw meninggalkan Mina menuju ke kemah beliau di daerah al-Abtah (lihat Al-Bukhari, Hadith No. 1653 & 1763; Muslim, Hadith No. 1309).
Sebelum kembali ke Madinah, Nabi saw telah memerintahkan para sahabat untuk melakukan Tawaf Wada’ sebelum subuh (lihat Sahih Al-Bukhari, Hadith No. 1755; Sahih Al-Bukhari, Hadith No. 328, 1561, 1757, 1762, 1771, 4401, 5329 & 6157; Sahih Muslim Hadith No. 1211; al-Tirmidhi, Hadith No. 943; Malik, Hadith No. 932 & 933; Abu Dawud, Hadith No. 2003]. Adalah kebiasaan Nabi SAW membawa air zam-zam sewaktu pulang dari Makkah (silahkan rujuk Al-Tirmidhi, Hadith No. 963).
Demikianlah rangkuman napak tilas perjalanan haji Wada’ Rasulullah saw untuk kita petik intisari dan hikmahnya, yang dapat dijadikan panduan dalam manasik haji dan pengetahuan penting tentang sejarah sunnah Rasullullah saw bagi kaum milenial. Wallahu ‘alam bishawab. []
Editor: Sayed M. Husen
Penulis Adalah Dosen di Universitas King Abdulaziz, Jeddah, Saudi Arabia