Banda Aceh -- Nabi Ibrahim AS adalah seorang ayah sekaligus seorang hamba Allah yang lurus, berhati lembut, lagi penyantun. Beliau seorang Nabi dengan teladan kepemimpinan yang mencerahkan. Sedangkan sang anak, Nabi Ismail AS, adalah seorang anak yang sabar dan berbakti kepada kedua orang tua, dan tentunya juga taat kepada Allah SWT.
Pimpinan Dayah Daruzzadin, Aceh Besar, Dr.Tgk. Abdurrazak, Lc menyampaikan hal tersebut dalam khutbah Idul Adha di Masjid Al Ikhlas, Gampong Keuramat, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh, Kamis, (29 Juni 2023.
Anggota MPU Aceh Besar ini menjelaskan, Nabi Ibrahim AS menikah dengan Siti Sarah sudah cukup lama, bertahun-tahun, namun belum dikaruinai seorang anak pun. Beliau telah lama mengidamkan hadirnya seorang anak.
Kemudian oleh Siti Sarah, Nabi Ibrahim dipersilakan untuk menikah lagi dengan Siti Hajar yang tak lain adalah seorang pembatu bagi keluarga Ibrahim.
“Akhirnya, beliau mendapatkan seorang anak hasil pernikahannya dengan Siti Hajar dan diberinya nama Ismail. Beliau merasa senang dan tenang bersama sang buah hati,” ujarnya.
Ditambahkan, Nabi Ibrahim AS melihat Ismail menikmati masa kanak-kanaknya dan menemani kehidupannya dengan tenteram dan damai, tetapi kemudian, Ibrahim bermimpi dalam tidurnya, bahwa beliau menyembelih anak satu-satunya itu. Ibrahim pun menyadari bahwa itu adalah perintah dari Allah SWT.
“Kita bisa membayangkan betapa Nabi Ibrahim tengah diuji Allah SWT. Anak satu-satunya yang telah lama beliau nantikan kehadirannya hingga usia beliau hampir 100 tahun, pada akhirnya harus dikorbankan atas perintah Allah dengan cara disembelihnya sendiri,” urainya.
Lalu, bagaimanakah sikap Nabi Ibrahim menghadapi perintah tersebut? Nabi Ibrahim adalah seorang rasul, maka beliau tidak ragu-ragu dalam memahami dan menerima perintah tersebut. Tidak ada kekacauan dalam pikiran beliau, sehingga tidak melakukan protes atau mencoba bertanya kepada Allah untuk meminta klarifikasi. Misalnya dengan bertanya, ”Kenapa ya Allah, harus saya sembelih anak tunggal saya ini?”
Tidak ada pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Yang ada pada Nabi Ibrahim AS adalah penerimaan total, keridaan yang mendalam, ketenangan dan kedamaian yang luar biasa. Itulah sebabnya Nabi Ibahim AS mendapat berbagai macam gelar seperti ulul azmi, orang yang sangat sabar, khalilullah (kekasih Allah), hanifan muslima (orang yang lurus yang berserah diri kepada Allah SWT), abul anbiya (bapak para nabi), dan sebagainya.
Dengan peristiwa Nabi Ibrahim dan Ismail inilah, kemudian dimulailah sunnah berkurban pada shalat Idul Adha hingga sekarang. Disembelihnya hewan-hewan kurban menjadi pengingat kita atas kejadian besar tersebut. Peristiwa itu akan terus menyibak tabiat keimanan umat, supaya semuanya paham mengenai bagaimana seharusnya berserah diri seutuhnya kepada Allah Swt.
Namun demikian, Allah mengingatkan kita dalam Surat Al Hajj ayat 37, yang artinya: ”Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.”
“Akhirnya kita berharap, semoga saudara-saudara kita umat Islam sedunia yang saat ini tengah menunaikan ibadah haji di Tanah Suci menjadi haji yang mabrur. Dan bagi kita yang belum menunaikan ibadah haji, semoga Allah mudahkan kita melaksanakan ibadah ini ketika saatnya telah tiba,” pungkas Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry ini. [Sayed M. Husen]