Penjual malam di sekitar tugu wellhead dan Christmas Tree A-1. Tempat pertama gas ditemukan. Di wilayah desa Rangkaya dan Paya, Kecamayan Tanah Luas, Kabupaten Aceh Utara (Foto/ Usman Blangjruen)
Laporan: Usman Blangjruen
Tanah Aron ini memang tanah buaian, yang terapung-apung di atas lautan gas. Dulu, tentu di tanah ini tidak perlu teknologi tinggi-tinggi untuk bisa menebak bahwa di bawah sana terkandung banyak minyak dan gas. Gas atau minyak merembes sendiri keluar, baik dari celah tanah maupun sumur warga.
Arun, PT. Arun NGL, begitulah nama perusahaan pencairan gas yang berada di Blang Lancang itu, di sebuah desa di kota Lhokseumawe, Aceh. PT. Arun NGL, sebuah perusahaan megah yang pernah menggetarkan dunia.
Konon, Arun ini terambil dari nama sebuah wilayah di mana eksplorasi minyak pertama dilakukan di Aceh Utara. Letaknya sekira dua kilometer ke barat Blangjruen, tempat saya dilahirkan. Atau, 25 kilometer timur Lhokseumawe.
Kami penduduk sekitar tidak pernah menyebut nama wilayah ini dengan Arun. Melainkan Aron. Di mana vokal "o" diucapkan seperti dalam kata "koko". Itu, kata Aron yang berubah menjadi Arun, mungkin saja sebagai bentuk pengindonesiaan dari ucapan kami yang berlidah Aceh.
Tanah Aron ini memang tanah buaian, yang terapung-apung di atas lautan gas. Dulu, tentu di tanah ini tidak perlu teknologi tinggi-tinggi untuk bisa menebak bahwa di bawah sana terkandung banyak minyak dan gas. Gas atau minyak merembes sendiri keluar, baik dari celah tanah maupun sumur warga.
Adalah Asamera Oil Corporation Ltd, sebuah perusahaan minyak asal Canada, yang pertama kali ambil bagian untuk mengeksplorasi tanah Aron atas dugaan adanya kekayaan alam di bawahnya. Sampai saat itu, mereka sasarannya adalah minyak. Bukan gas.
Namun, setelah melakukan pengeboran pertama di Aron pada tahun 1968, hasilnya kosong. Tidak ada minyak. Dan tidak juga gas. Asamera langsung patah arang. Tidak mau eksplorasi lagi. Surutnya Asamera ini kemudian dimanfaatkan oleh MobilOil Indonesia (MOI) untuk mengambil alih pekerjaan itu.
Pada tahun itu juga, MOI menandatangani kontrak bagi hasil dengan Pertamina. Setahun setelahnya, 1969, mereka mulai mencari sumber minyak dengan melakukan pengeboran demi pengeboran di kawasan Aron.
Sampai empat belas sumur dibor, tapi minyak tidak kunjung didapatkan. Hampir saja MOI mengikuti jejak pendahulunya Asamera, mengangkat sauh dari bumi Aron. Tapi Tuhan berkehendak lain. MOI mencoba eksplorasi terakhir dengan melakukan pengeboran kelima belas di sekitar desa Rangkaya dan Paya, tiga kilometer ke timur Aron.
Kali ini, pada kedalaman pengeboran sekira tiga kilometer, anugrah itu muncul. Sumur bor bergemuruh. Ada yang mendesak dari dalam sana. Terjadi blowout. Lumpur terpental keluar. Gas! Ada gas! Ini terjadi pada tanggal 24 Oktober 1971.
Tempat sumur inilah yang kelak dinamai dengan Arun-1, atau disingkat dengan A-1. Di mana kami warga sekitar sumur itu menyebutnya dengan A Sa, terjemahan A-1 ke dalam bahasa Aceh. Di tempat ini, sebuah prasasti dibuat, berupa tugu rangkaian wellhead dan Christmas Tree. Prasasti sebagai tanda di mana gas pertama ditemukan di wilayah kami.
Berita penemuan gas itu mengguncang seantero jagad. Apalagi setelah konsultan perminyakan De Goyler & Mc. Naughton menyatakan bahwa di bawah tanah ini tersimpan 17,1 triliun kaki kubik gas, yang bisa disedot sampai tiga puluh tahun!
Mendapatkan informasi ini, pemerintah tentu meremang bulu romanya. Maka, pada 2 Januari 1974, ditandatanganilah kontrak dengan Bechtel Inc, sebuah perusahaan konstruksi perminyakan yang berpusat di San Francisco, untuk membangun kilang gas beserta PT. Arun untuk proses pencairannya.
Empat tahun kemudian, PT. Arun diresmikan pada tanggal 19 September 1978, oleh presiden Soeharto. Gas perdana yang telah dicairkan, kemudian diekspor ke Jepang pada tanggal 29 Agustus 1978, memenuhi pundi-pundi uang selama 30 tahun untuk Indonesia.
Sekarang, 52 tahun berlalu setelah gas itu ditemukan, perut wilayah kami telah habis terkuras. Kosong. Area yang dulu sibuk dengan aktifitas pengeboran, sekarang sepi. Beberapa telah beralih fungsi menjadi kantor pemerintah. Sebagiannya lagi dibiarkan kosong menjadi tempat kucing kawin. Sebagiannya lagi masih dipakai oleh Pertamina.
A-1, tempat pertama gas menyembur keluar sumur bor itu tadi, sekalipun gasnya sudah habis terkuras tak bersisa, tapi keberkahan wilayah itu tak pernah pudar. Keberkahan itu sekarang diraup oleh para penjual pinggir jalan sekitar A-1.
Entah siapa yang pertama memulai berjualan di situ, yang ternyata laku keras. Yang membuat penjual lain ikut-ikutan membuka dagangannya di situ, dan juga laku keras. Mulai dari sayur, rempah-rempah, sampai ikan pun sudah dijajakan di situ. Rahmat itu selalu datang walau dalam bentuk lain di A Sa.[]
-----------
Catatan Penulis: Untuk menulis ini, saya telah membaca buku-buku:
1. Hasan Tiro : Jalan Panjang Menuju Damai Aceh, ditulis oleh Murizal Hamzah
2. Pancaran Rahmat dari Arun, ditulis oleh Sugiono MP.