Oleh: Putri Mizanna, S.HI*)
"Ibu adalah awal mula seluruh kehidupan, jiwa abadi yang penuh cinta dan keindahan..."
Cinta seorang ibu adalah cinta tak bersyarat. Urgensi Ibu merupakan aksioma kehidupan dan ketentuan fitrah. Ibu dalam premis akal dan realistis kehidupan manusia yang lurus merupakan pondasi pertama dalam membangun keluarga. Ibu adalah poros keluarga yang menjadi pusat orbit seluruh anggota keluarga.
Dari rahimnya seorang anak lahir dengan nyawa sebagai taruhannya, melalui tangannya yang halus seorang anak disapih. Bak saboh nyamok poma meu let let bak saboh pijet poma meujaga (hanya karena satu nyamuk seorang ibu berkejaran dan hanya karena satu pijit seorang ibu mau berjaga) dan dalam belaian kasih sayang seorang ibu kita anak manusia besar dan tumbuh dewasa. Kecintaan dan kasih sayang terhadap seorang ibu, harus tiga kali lipat besarnya dibandingkan terhadap seorang ayah.
Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menyebutkan kata ibu sebanyak tiga kali karena kesulitan seorang ibu dalam menghadapi masa hamil, kesulitan ketika melahirkan, dan kesulitan pada saat menyusui dan merawat anak. Ketiga bentuk kehormatan itu hanya dimiliki oleh seorang ibu.
Mengambil peran sebagai ibu adalah amanah besar yang harus kita pikul. Sejatinya menjadi seorang ibu tidak hanya sekedar melahirkan saja, melainkan juga membentuk karakternya dan mencipta konsep dirinya. Oleh karena itu, setiap ibu harus mempersiapkan bekal terbaik untuk memproses anak menjadi pribadi yang terbaik pula. Jauh sebelum menikah, setiap wanita harus lebih dulu memahami bagaimana mendidik anak sesuai tuntunan Alquran dan Assunah.
Menjadi ibu bukanlah sebuah pekerjaan yang asal-asalan. Butuh ilmu dan mental baja untuk membersamai anak disetiap masa tumbuh kembangnya. Tak dipungkiri, dalam prosesnya pasti begitu banyak ujian yang menerpa. Terlebih lagi di era milenial saat ini, saat beragam kerusakan dan fitnah bertebaran di atas muka bumi yang akan berimbas pada anak-anak kita dimasa akan datang.
Generasi muda sekarang -- yang adalah calon ibu bagi siapa pun-- harus melakukan transformasi dalam segala hal. Baik di internal diri maupun secara eksternal. Transformasi di sini diartikan sebagai langkah-langkah pembaruan dan pengembangan diri untuk menghadapi dinamika kehidupan.
Tujuan utama dari menimba ilmu setinggi-tingginya bagi seorang wanita bukanlah untuk mendapatkan pekerjaan. Pekerjaan sebenarnya hanyalah sebuah bonus. Tujuan utama dari mendapatkan pendidikan tinggi adalah sebenarnya untuk mempersiapkan diri kita para wanita untuk menjadi ibu terbaik. Karena ibu adalah madrasah yang pertama dan utama dari setiap anak. Bahwa dengan menjadi wanita terdidik, kita para wanita diharapkan dapat mendidik dan mengasuh anak kita nantinya, untuk menjadi diri mereka yang terbaik.
Satu hal yang terpenting adalah bahwa para wanita berhak mengenyam pendidikan tinggi, untuk dapat melahirkan para generasi penerus yang luar biasa nantinya. Menjadi apa pun yang kita lakukan adalah hasil pilihan yang didasarkan pada kesadaran dan pengetahuan yang cukup sehingga mengetahui konsekuensi yang mengikutinya.
Wanita wajib mengenyam pendidikan agar bisa menghasilkan generasi penerus bangsa yang berkualitas. Bila seorang ibu terdidik dan mampu mendidik anak-anaknya menjadi anak yang kuat agamanya serta cerdas, ia akan berperan dalam pembangunan, salah satunya ikut menyumbangkan generasi penerus bangsa yang cerdas, sedangkan perempuan koservatif yang hanya memiliki kemampuan “sumur, dapur, kasur” mungkin hanya bisa mendidik anak sebatas hal-hal yang dialami dan diketahuinya sebagai ibu rumah tangga.
Hal inilah yang kemudian menjadi landasan mengapa Kartini mengadakan kegiatan perempuan yang bersifat emansipatif. Pada zaman dulu, perempuan hanya identik sebagai pelaku rumah tangga yang keperluan dan kebutuhannya hanya sekadar urusan rumah tangga. Padahal, perempuan memiliki fungsi yang lebih matang dan lebih tinggi dibandingkan hal tersebut.
Saat perempuan berpendidikan, maka ia tidak akan mudah untuk dibodohi, baik oleh anak maupun suaminya. Bahkan jika anak dan suaminya tidak memiliki sikap yang baik, maka sang ibu atau sang isteri bisa memberikan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan keluarganya.
Dengan demikian, pendidikan bagi seorang ibu rumah tangga bukanlah sebuah jalan untuk mencari peruntungan dalam bidang materi, melainkan cara untuk bisa memperbaiki psikis dan wawasan keluarganya agar menjadi pribadi yang lebih baik. Selamat Hari Ibu. []
*) Penulis adalah Penyuluh Agama Islam Fungsional Bireuen