Oleh: Fadhilah Aini*)
Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan setiap orang untuk mencapai perubahan dari yang tidak tahu menjadi tahu. Pendidikan tidak mengenal batas waktu dan hak setiap orang sebagai investasi terbaik, sebab pada akhirnya pendidikan akan membawa kepada penguasaan kekayaan intelektual.
Dalam metode pendidikan, kisah merupakan salah satu cara yang dapat membentuk akhlak yang baik. Demikian tulis Dr Abdul Aziz Abdul Majid dalam kitabnya Fi Thuruq al-Tadsir: al-Qishshah fi at-Tarbiyah. Dia mengatakan, kisah mampu membentuk karakter anak, sebab bisa membuat mereka terkesan dan senang, sehingga kesan kisah membekas dalam pikiran dan imajinasi, yang pada akhirnya akan membentuk akhlak.
Dalam proses pendidikan anak hendaknya diiringi dengan penanaman nilai akhlak (tauhid dan keimanan), dengan cara menjadikan contoh dan teladan bagi anak, sehingga dengan mudah mereka menyaring dan merekam model anak yang diharapkan umat. Dalam hal ini, orang tua berperan penting sebagai narasumber yang menceritakan kisah-kisah hebat untuk membangkitkan iman dan mengukuhkan jiwa. Diantaranya kisah Imran dan Luqman.
Dalam pandangan Ibnu Qayum Al Jauziah yang dikutip oleh Abdul Hafiz dan Hasni Noor dalam Jurnal Pendidikan Anak Dalam Perspektif Al-Quran, diantara metode yang paling tepat dalam mendidik anak adalah memalui pembiasaan dan suri teladan.
Orang tua adalah tokoh inspiratif, pembelajaan dan pendidikan bagi anak dimulai sejak anak tersebut dalam kandungan. Seperti Hannah, istri Imran, ketika sedang mengandung, menazarkan anaknya menjadi seorang yang mengabdi kepada Allah. Dari sinilah bermula aktivitas pendidikan dalam keluarga. Tidak berhenti disana, langkah selanjutnya memberi nama yang terbaik, mendidik dan menyerahkan pendidikannya kepada guru terbaik.
Dari ajaran Luqman, beberapa hal menjadi landasan dalam mendidik anak. Pertama, menanamkan keimanan yang merupakan dasar bagi anak untuk menerima didikan atau pelajaran selanjutnya.
Kedua, menanamkan rasa syukur dan berbakti kepada Allah dan kedua orang tua. Menanamkan amal saleh, nilai tanggung jawab sosial, dan sopan santun dalam berinteraksi, agar tidak menyombongkan diri.
Luqman telah mencontohkan dan membimbing manusia: bahwa awal mula mendidik anak dengan membina tauhidnya yaitu mengenal Allah, dengan harapan menjadi landasan yang kuat dalam hidupnya.
Dalam tafsirnya Al Azhar, Hamka menegaskan, bahwa jiwa yang dipenuhi oleh tauhid adalah jiwa yang merdeka, tidak ada sesuatu apapun yang dapat mengikat jiwa itu, kecuali dengan tuhan. Seringkali manusia sendiri yang mengarahkan jiwanya menjadi budak selain Allah.
Luqman mengajarkan kepada anaknya menjadi pribadi yang beriman, yang tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun. Dengan bertambah maju hasil penyelidikan manusia dan berkembangnya teknologi, bisa jadi bertambah pula orang yang mempersekutukan tuhan dan meninggalkan tuhan mereka.
Dari kisah Imran dan Luqman diketahui, bahwa memperoleh generasi saleh ternyata dilalui jauh sebelum kelahiran anak itu sendiri. Karena itu, sebagai orang tua yang menjadi teladan bagi anaknya, hendaknya menanamkan nilai iman dan akhlak, sehingga tercipta generasi yang memiliki landasan hidup yang benar dan memiliki karakter yang baik.
Dalam kaitan ini, generasi hebat akan lahir dari keluarga yang mendidik anak secara efektif, yang didasari pada ajaran Imran dan Luqman, yang mengajarkan tauhid dan akhlah sebagai landasan hidup. Dengan ini akan terwujud generasi beriman, unggul dan berakhlak mulia, yang mampu menghadapi segala persoalan dan tantangan zaman. []
*) Penulis adalah Mahasiswi PPKN Universitas Syiah Kuala (USK)