Oleh: Hamdani, SE.,MSM
Media massa bukan lembaga pengadilan, sehingga media massa tak punya otoritas memutuskan seseorang itu salah dan diadili karena kesalahannya. Juga tak berhak memutuskan apapun dan siapapun bersalah atau benar.
Untuk itu, perlu sekali wartawan yang berintegritas, punya kapasitas, dan kualitas. Sehingga produk jurnalistik yang dia hasilkan memenuhi syarat dan kepatutan sebagai karya jurnalistik.
Untuk itu, seorang wartawan jangan tendensius ketika membuat berita sebagai produk jurnalistik yang akan dihasilkan dalam kapasitas sebagai wartawan. Untuk itu, penting sekali selalu berpikir positif jangan sebaliknya. Ujub-ujub malah tuduh orang bersalah. Kayak penegak hukum saja Anda, mentang-mentang wartawan.
Wartawan kok mentang-mentang? Ya, mentang-mentang wartawan merasa hebat dan sok tahu.
Seorang wartawan yang profesional, ketika memperoleh informasi, tak serta merta dia langsung menelannya mentah-mentah, lalu menulisnya menjadi berita, harus ada check and rucheck serta harus balancing dalam membuat berita. Jangan pernah lupa konfirmasi, dan harus berimbang. Jangan malah cerita warung kopi jadi bahan tulisan Anda. Apalagi berita yang dihasilkan dari olah data hoak. Bisa kacau dunia persilatan eh, dunia pemberitaan.
Untuk itu, penting sekali seorang wartawan itu banyak membaca, banyak mendengar, dan terus belajar. Jangan pernah merasa sudah senior, lalu stagnan, tak mau lagi tambah ilmu. Selanjutnya merasa jumawa, marah kalau dikritik bla bla...
Maka penting sekali di bagian redaksi menempatkan orang-orang yang punya kemampuan yang lebih, tetimbang wartawan peliput di lapangan. Kemudian, di jajaran redaksi juga harus terus mengasah intuisi dan jangan berilusi.
Karena kalau tidak, maka bisa rusak kredibilitas media oleh ulah wartawan di lapangan yang kadang-kadang mereka "nakal" (maaf, dalam tanda petik).
Sebagai pemimpin redaksi, maka saya sangat hati-hati sekali untuk mempublish berita yang bertendensi kasus. Bukan tak berani, untuk apa takut kalau itu adalah kebenaran? Tapi saya tak mau konyol.
Mudah-mudahan, jika semua profesional dalam menjalankan profesi, maka dipastikan kita akan selamat di dunia dan di akhirat. Jika tidak profesional, maka di dunia bisa saja selamat, tapi di akhirat tetap Anda akan tersesat.
Tak percaya? Maka, tetaplah Anda jadi wartawan nakal, karena hidup ini adalah pilihan, iya. Juga tak lama kita hidup, karena yang kekal adalah akhirat.
Maaf, tulisan ini tak bermaksud menggurui siapapun, hanya pengingat diri, mungkin dalam gerak dan gerik saya dalam menjalankan profesi wartawan juga belum tentu profesional. Tapi, setidaknya saya punya kesadaran diri yang utuh dan menyeluruh untuk terus menjadi profesional. Sehingga, jauh-jauh hari saya melengkapi diri dengan segala syarat dan ketentuan untuk menjadi wartawan yang profesional, yaitu dengan terus membaca, ikut pelatihan juga yang sangat penting adalah saya sudah lulus kompetensi yang diuji oleh Dewan Pers, yakni Uji Kompetensi Wartawan (UKW) kelas Madya.
Pun demikian, terkait dengan pemberitaan, buat yang bukan profesi, jangan pula menggurui saya terkait teknis pemberitaan. Karena itu akan sangat sulit saya terima, walau Anda (mungkin) sudah kuliah S2 atau doktor, kecuali Anda doktor di bidang jurnalistik atawa ilmu komunikasi, kalau Anda doktor bidang las misalnya, masak Anda mengajari saya tentang teknik jurnalistik?
Apalagi?
Ya terus belajar dan terus merasa bahwa kita masih belum apa-apa, bukan untuk rendah diri, tapi untuk rendah hati, supaya kita tak sombong bin jumawa. Demikian sekedar sharing, sekali mohon maaf, jangan ada yang tersinggung. Karena lebih baik tersungging sampai nungging dari tersinggung nanti akan tersandung. []
*)Penulis adalah seorang dosen dan juga Pimpinan Redaksi Juang News, yang sudah berkhidmat sebagai wartawan selama 17 tahun lebih
Disclaimer: Semua tulisan pada Rubrik SUDUT PANDANG bukanlah lah produk jurnalistik, juga tidak mewakili pandangan Redaksi Juang News. Untuk itu, setiap tulisan yang dimuat di rubrik SUDUT PANDANG itu menjadi tanggung jawab pribadi si penulis. Karena sesuai nama rubrik, semua konten dari tulisan tersebut, merupakan opini pribadi dari sudut pandang personal penulis. Demikian. []