Oleh: Juariah Anzib, S.Ag*)
Ada kisah seorang perempuan mulia diantara wanita mulia. Seorang perempuan yang zuhud di masanya. Kisah tersebut berawal ketika sang gadis kecil ditinggal mati oleh orang tuanya. Ia tinggal sebatang kara tanpa ada keluarga yang mengasuhnya. Hingga kemudian dirawat oleh seorang lelaki mulia yang berakal, berilmu dan terpuji.
Dalam bukunya 14 Wanita Mulia Dalam Sejarah Islam, Azhari Ahmad Mahmud mengkisahkan tentang sesosok lelaki mulia berjiwa penyayang. Ia menjadi pengasuh seorang yatim perempuan sejak si gadis masih kecil. Gadis mungil ini hidup nyaman bersama ayah asuhnya tanpa kurang suatu apapun. Ia berada dalam limpahan kasih sayang dan santunannya. Sang gadis kecil tumbuh sehat, ia tak pernah merasakan pahitnya kehidupan sebagai seorang yatim seperti yatim lain pada umumnya.
Seorang lelaki bijak, berilmu tinggi dan ahli ibadah. Abu ad-Darda' membesarkan yatim Hujaimah binti Huyai al-Aushabiyah dalam bingkai keimanan, ketakwaan, pendidikan, serta adab yang tinggi dilengkapi kemuliaan yang luhur.
Hujaimah hidup dalam limpahan ilmu dan zuhud. Sejak kecil ia selalu duduk di majelis halaqah para ahli baca Al Quran. Setiap pagi dan sore ia berada di masjid Nabi di Madinah untuk menimba berbagai ilmu pengetahuan atas bimbingan ayah asuhnya. Ia mengikuti jejak sang ayah duduk di majelis para ulama untuk memetik serangkaian petunjuk dan berbagai ilmu pengetahuan.
Azhari menuturkan, setelah Hujaimah beranjak remaja, ayah asuhnya menyuruh agar ia meninggalkan majelis halaqah ini dan ikut bergabung bersama barisan kaum wanita lainnya. Karena Hujaimah sudah mencapai usia dewasa dan layaknya para wanita dewasa.
Di bawah pengasuhannya, Abu ad-Darda' semakin mengenal pribadi Hujaimah yang mulia. Seorang gadis beradab yang memiliki pribadi terpuji. Berkat bimbingan dan keteladanan sang ayah, si gadis yatim tumbuh kembang menjadi seorang wanita muslimah yang taat, berjiwa penyayang dan ahli ibadah.
Taman keindahan yang sudah lama dipupuk dan disiram dengan air kasih sayang. Kini taman bunga tumbuh kembang menjadi kuntum mekar yang mempesona, indah dan harum semerbak. Tentu saja tidak akan diabaikan begitu saja oleh Abu ad-Darda’. Cinta tumbuh di lubuk hati yang paling dalam, meskipun usia tidak sepadan. Tibalah hari kebahagiaan bagi kedua insan mulia ini. Karena Abu ad-Darda' menikahi putri asuhnya Hujaimah. Dengan begitu, maka ia dapat menyantuninya secara terus menerus tanpa batas waktu.
Sejak saat itu, mereka sudah sah menjadi suami istri. Hujaimah disebut dengan panggilan Ummu ad-Darda’. Ia telah menghabiskan masa kanak-kanaknya di rumah yang penuh berkah. Kini ia memulai kehidupan barunya sebagai seorang istri di rumah yang sama pula.
Menurut Azhari, sejak menjadi istri orang yang orang bijak ini, Ummu ad-Darda' telah menetap di madrasah pendidikan ini. Rumah penuh dengan zuhud, ilmu, hikmah dan wara yang digurui oleh suaminya sendiri Abu ad-Darda’.
Pasangan suami istri ini hidup bergelimang cinta dan kasih sayang yang tulus. Ummu ad-Darda' seorang istri shalihah yang setia kepada suaminya. Ia senantiasa taat dan selalu menyenangkan serta membahagiakan suaminya. Ia sebaik-baik wanita diantara wanita yang baik.
Mendampingi suaminya Abu ad-Darda' adalah kebahagiaan terindah dalam kehidupan Ummu ad-Darda’. Suami yang tidak pernah pelit memberikan nasihat dan pencerahan kepada istrinya dengan berbagai pengetahuan.
Ummu ad-Darda' mencintai suaminya karena keluhuran budinya. Bukan karena kesenangan dunia dan hawa nafsu semata. Bahkan, mereka menginginkan cinta sejati yang tidak pernah terputus sampai kapanpun. Tetap mekar seharum bunga-bunga di taman yang indah dan kekal kenikmatannya.
Wanita mulia dan berilmu tinggi ini mewarisi sebagian besar ilmu dari suaminya. Yang merupakan pantulan dari cahaya kenabian Rasulullah saw. Ia memahami tentang Al Quran secara luas dan mendalam. Menampakkan mutiara-mutiara indah dan menemukan berbagai keajaiban di dalamnya.
Ia seorang wanita tegar yang telah teruji kesabarannya. Ketika putranya meninggal dan jasatnya diangkut kemudian ditimbun dengan tanah, ia berkata, "Pergilah kepada Rabbmu, dan aku akan pergi kepada Rabbku." Sungguh kesabaran yang luar biasa.
Wanita cerdas dan bijak ini tak pernah bosannya memberi nasihat dan menyebarkan ilmu agama kepada siapa saja dengan hikmah. Zikir merupakan bagian dari hembusan nafasnya. Zikir yang paling utama adalah “Subhanallah”. Hari-hari indah dilalui dengan beribadah dan beramal shalih hingga tiba waktu berakhir perjalanan hidupnya.
Wanita berkah ini menyusul suaminya yang sudah lebih dahulu meninggal dunia. Ummu ad-Darda' kembali ke haribaan Rabbnya tahun 82 Hijriah. Dialah Ummu ad-Darda', Hujaimah Al-Aushabiyah meninggal setelah menyebarkan ilmu dan hikmah dengan segenab kemuliaannya. Abu ad-Darda' gurunya yang pertama tempat ia menuntut ilmu.
Kini, namanya menyatu dengan nama suaminya, dalam ilmu dan kemuliaannya. Ia menyertai suaminya ke alam yang kekal baqa. Kuburannya berdampingan dengan kuburan suaminya, sebagai bukti tulusnya cinta dan kasih diantara mereka berdua. Mereka tetap bersanding hingga ke barzah, bahkan sampai ke surga keabadian. Semoga Allah mewujudkan citi-citanya menjadi pendamping suaminya di negeri yang mulia tempat kenikmatan yang kekal dan abadi. []
*) Penulis Buku Kontemplasi Sang Guru