Aceh Besar - Pakar logika menyebutkan manusia dengan sebutan hayawan annathiq, artinya makhluk yang mampu berbicara. Annathiq yaitu kemampuan berbicara sekaligus mampu memahami apa yang dibicarakannya.
Hal itu dikatakan pengajar di Pesantren Muamalat Solidarity Boarding School (MSBS) Jantho, Aceh Besar, Ustaz Marfiandi Syukri, melalui mimbar khutbah Jumat di Masjid Al-Hidayah Yonzipur 16 DA, Krueng Jreu, Aceh Besar, (21/10/2022).
“Karena itu, mari kita jaga atau ikat lisan kita dengan akal dan hati yang telah dikaruniakan oleh Allah SWT,” harap Ketua Bidang Dakwah dan Pelatihan Dewan Dakwah Aceh Besar ini.
Marfiandi menguraikan lebih lanjut, bahwa kualitas berbicara manusia dibagi kepada empat tingkatan, pertama, bicara dengan kualitas tinggi, yaitu bicaranya penuh dengan hikmah, nasihat dan hal-hal yang bermanfaat.
“Tingkatan kedua, manusia berbicara dengan kualitas biasa saja, yaitu apa yang dilihat dan di dengar itu yang dibicarakannya. Ketiga, bicara dengan kualitas rendah, yaitu bicaranya berkisar pada umpatan, hinaan dan kesalahan orang lain. Terakhir, bicara dengan kualitas dangkal, maksudnya selalu bicara tentang kehebatan dan kebanggaan terhadap diri sendiri,” urainya.
Karena itu, tambah dia, supaya kualitas bicara dan lisan manusia senantiasa terjaga dan bisa mengambil ibrah dari sosok yang disebutkan dalam sejarah, diantaranya Luqmanul Hakim, sosok yang disebut dalam Alquran.
“Lukman dikenal dengan tutur kata yang penuh hikmah dan lisannya mampu melembutkan hati yang keras,” katanya
Marfiandi mengisahkan, suatu hari Lukman ditanya oleh seorang pengembala kambing, apa yang membuatnya dimuliakan dan mendapat posisi yang tinggi. Luqman mengatakan, jaga dua hal supaya diangkat derajat di dunia dan di akhirat, pertama, shidiqul hadist, artinya bicara yang jujur. Kedua, assamtu amma la ya'ni nih, maksudnya diam atau tidak berbicara sesuatu yang tidak ada urusan dengan kita.
Merurut dia, kedua hal tersebut berkaitan dengan lisan. Jika Luqman memiliki lidah yang baik, sebaliknya sosok yang kedua yaitu Al-Mutanabbi, seorang penyair, yang ketika membaca atau menulis syairnya sering membuat orang banyak sakit hati, sehingga berujung pada kematian.
Maka itu, lanjut Khatib berhati-hati dalam mengunggunakan media sekarang ini.
“Bercermin dari Al-Mutanabbi dan kita kaitkan dengan kehidupan saat ini dengan pesatnya teknologi media sosial seperti Facebook, Twitter, IG, dan lain-lain, maka kita harus berhati-hati dalam mengunggunakan media tersebut, agar jangan sampai membuat orang lain tersakiti dengan tulisan-tulisan kita. Itu juga bagian dari menjaga lisan,” tambahnya.
Rasulullah SAW suatu hari berpesan kepada Muaz bin Jabal tentang pintu kebaikan dan cara mengendalikannya. Nabi bersabda, urusan yang paling penting adalah Islam dan puncaknya adalah jihad. Sementara cara mengendalikan semua itu dengan menjaga lisan, kata Rasulullah, sambil memegang lidahnya.
“Karena lidah, daging tak bertulang. Namun sangat menentukan keselamatan manusia di dunia dan akhirat. Rasulullah SAW bersabda, barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berkata yang baik atau diam,” katanya.
Demikian pula, salah satu sebab manusia dimasukkan dalam neraka karena tidak menjaga lisan.
“Karena itu, betapa pentingnya menjaga lisan dan status di media sosial,” pungkas alumni Pesantren Al-Fauzul Kabir Jantho ini. [Hamdani]