Banda Aceh - Pesulap Hijau di Aceh diduga perkosa pasiennya dengan modus pengobatan, LSM Jaringan Aspirasi Rakyat Aceh (JARA) mendesak kepolisian segera mengamankan Pesulap Hijau atau dukun cabul berinisial BT (48) di Kabupaten Pidie, karena BT diduga telah melakukan pemerkosaan dengan modus pengobatan selama ini.
Juru Bicara JARA Riski Maulizar meminta pihak kepolisian untuk menjerat Pesulap Hijau dengan menggunakan Undang-Undang nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang baru disahkan. Hal ini diungkapkan juru bicara JARA pada media ini Minggu, (30/10/2022).
"Karena saat ini kita telah memiliki UU RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual, yang disahkan pada 9 Mei lalu, oleh karena itu kita harus mengatur dan mendefinisikan beberapa jenis dan modus praktek kekerasan seksual. Maka pihak kepolisian harus melakukan hukuman sesuai yang berlaku," Katanya Juru bicara JARA.
Rizki berharap kepada polisi dan Kejari Pidie tak menggiring kasus tersebut kepada jarimah zina sebagaimana dimaksud dalam qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang hukum jinayat, dan untuk menerapkan UU TPKS dalam kasus Pesulap Hijau ini.
Riski Maulizar melihat peristiwa yang menimpa korban belum diakomodir dalam Qanun Jinayat. Untuk mengisi kekosongan itu, mereka meminta penegak hukum menggunakan UU TPKS yang sudah beraksi secara nasional.
"Sebab dalam kasus ini seluruh saksi yang telah diperiksa mengaku menjadi korban kekerasan seksual atau percobaan kekerasan seksual yang dilakukan pesulap hijau," katanya.
Menurut Rizki, Qanun Jinayat merupakan peraturan perundang-undangan setingkat peraturan daerah yang derajatnya dalam hierarki peraturan perundang-undangan di bawah UU TPKS.
"Qanun Jinayat juga tak mengenal terminologi kekerasan seksual, yang dikenal ialah jarimah pemerkosaan dan pelecehan seksual. Sedangkan dalam UU TPKS, pemerkosaan dan pelecehan seksual merupakan dua dari banyak bentuk TPKS," ungkap Rizki.
Menurut Rizki, dalam Qanun Jinayat, pemerkosaan hanya dapat dilakukan apabila terdapat unsur kekerasan, paksaan, atau ancaman. Apabila hubungan seksual terbukti, tetapi unsur kekerasan, paksaan, atau ancaman tak dapat dibuktikan maka korban dapat dibidik dengan jarimah zina.
“Dengan demikian korban akan berbalik arah menjadi pelaku, karena dalam jarimah zina tak dikenal adanya istilah korban, keduanya akan menjadi pelaku zina,” lanjutnya.
Rizki menegaskan, apabila terdapat kasus kekerasan seksual yang bentuknya belum diatur dalam qanun jinayat, maka penegak hukum dapat menggunakan UU TPKS untuk menambal kekosongan itu demi tegaknya keadilan.
“Pemberlakuan UU TPKS di Aceh dalam kasus ini juga telah sesuai dengan prinsip lex superior derogat legi inferior (ketentuan hukum yang lebih tinggi mengesampingkan ketentuan hukum yang lebih rendah) dan asas lex posterior derogat legi priori (ketentuan hukum yang baru mengesampingkan ketentuan hukum yang lama),” jelasnya.
Sekedar informasi, kasus ini sudah dilaporkan korban ke polisi. Polisi telah memeriksa para saksi dan mengumpulkan instrumen bukti untuk memeriksa dukun cabul tersebut. Pesulap hijau diduga telah melakukan pelecehan seksual hingga memperkosa pasiennya dengan dalih pengobatan. [Hamdani]