Kejari Aceh Singkil menghentikan kasus penganiayaan berdasarkan Restorative Justice yang disetujui Jaksa Agung Muda (Foto/Dok. Kejari Singkil)
Aceh Singkil - Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Singkil kembali menghentikan perkara (kasus) penganiayaan warga berdasarkan Restorative Justice meski sudah ditetapkan tersangka.
"Ekspose Restorative Justice, dilaksanakan bersama Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum Perkara Penganiayaan tersangka JRM kepada salah seorang warga Roma Syahputra di Desa Tanah Bara, Kecamatan Gunung Meriah," kata Kepala Kejari Aceh Singkil Muhammad Husaini melalui Kasi Intelijen Budi Febriandi kepada Wartawan. Selasa, (06/09/2022) kemarin.
Budi menyebutkan, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum menyetujui permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif JRM yang disangkakan melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHPidana.
Dikatakan, sebagaimana kronologis perkara itu sampai ke Kejari, bahwa pada Minggu Mei 2022 lalu, sekira pukul 22.00 WIB di Simpang Gardu PLN, Desa Tanah Bara Kecamatan Gunung Meriah, tersangka JRM melakukan penganiayaan terhadap Roma Syahputra Simatupang. JRM menganiaya dengan mencekik leher dan memukul kepala korban menggunakan kepala tangan kanannya, sehingga Roma alami luka dan terjatuh di badan jalan.
Bahwa berdasarkan Visum Et Repertum UPTD RSUD Aceh Singkil Nomor : 440/070/2022 tanggal 08 Juni 2022 atas nama Roma Syahputra dengan kesimpulan hasil pemeriksaan leher luka memar ukuran 4 cm x 1 cm; Punggung luka lecet ukuran 10 cm x 0,5 cm; Bahu kiri depan luka lecet 5 cm x 1 cm;Bahu kiri belakang luka memar ukuran 10 cm x 0,5 cm dan dada belakang luka lecet ukuran 6 cm x 0,5 cm.
Adapun motif penganiayaan disebabkan karena antara tersangka dan saksi korban berselisih paham dan saling ejek, sehingga tersangka emosi dan memukul korban.
Adapun alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, Pasal yang disangkakan tindak pidananya diancam pidana tidak lebih dari lima tahun dan telah ada kesepakatan perdamaian antara tersangka dengan korban pada tanggal 31 Agustus 2022 (RJ-7) lalu.
"Jaksa selaku fasilitator mencoba mendamaikan dengan cara mempertemukan kedua belah pihak. Pertemuan tersebut disaksikan oleh tokoh masyarakat setempat sehingga korban sudah merasa tidak keberatan lagi dan sudah memaafkan tersangka," jelas Budi.
Lebih lanjut, sesuai arah kebijakan pemerintah untuk menyelesaikan perkara-perkara ringan diluar persidangan tanpa proses persidangan yang berbelit-belit dan berkepanjangan yang akhirnya hanya membebankan pendanaan dan waktu, serta aparat yang menjaga Narapidana yang sebenarnya tidak sebanding dengan perbuatan tersangka.
Mempertimbangkan keadaan kepentingan korban dan kepentingan hukum lain yang dilindungi, penghindaran stigma negatif, penghindaran pembalasan serta respon dan keharmonisan masyarakat masyarakat.
Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Singkil selanjutnya akan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum, berdasarkan Peraturan Jaksa Agung RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif. [Khairi]