Lhokseumawe - Masyarakat Kota Lhokseumawe dihebohkan dengan Surat Edaran dari Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian, dan Pangan Kota Lhokseumawe bahwasanya daging ayam di restaurant cepat saji KFC Lhokseumawe mengandung beberapa jenis bakteri berbahaya. Sehingga tidak layak untuk dikonsumsi karena akan berdampak terhadap kesehatan masyarakat.
Menanggapi permasalahan tersebut HMI Cabang Lhokseumawe - Aceh Utara melalui Ketua Umum Muhammad Fadli memberikan keterangan pers yang diterima media ini, Kamis (12/05/2022) menjelaskan kondisi ini sangat berbahaya bagi masyarakat Kota Lhokseumawe dan sekitarnya yang sering mengkonsumsi daging ayam di KFC tersebut.
"Pemerintah harus mengambil tindakan tegas dengan memberikan punishment untuk tutup sementara sampai keluar hasil laboratorium selanjutnya yang menyatakan daging ayam di KFC Lhokseumawe layak untuk dikonsumsi dan tidak mengandung bakteri berbahaya," kata Muhammad Fadli.
"Pemerintah daerah harus tegas dalam hal ini, karena perlindungan masyarakat merupakan kewenangan pemerintah daerah. Apalagi ini berbicara perlindungan konsumen karena izin untuk mendirikan usaha pemerintah yang mengeluarkan, dan jangan hanya untuk pedagang kaki lima saja yang cepat ditindak dan diberikan punishment apabila bermasalah, namun harus equal dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan tidak boleh ada tebang pilih," lanjutnya.
Menurut Muhammad Fadli, kondisi ini merupakan permasalahan serius, karena berkaitan dengan kesehatan masyarakat, apalagi bakteri yang disebutkan dalam surat edaran tersebut tergolong bakteri yang berbahaya.
"Sebaiknya harus diberikan punishment dengan tutup sementara sampai ada hasil pemeriksaan laboratorium selanjutnya, bahkan sebetulnya Pemkot Lhokswumawe berhak untuk mencabut izin usaha dari KFC tersebut jika melihat kelalaian dan dampak yang dihasilkan," ungkapnya.
Menurut Muhammad Fadli, secara hukum untuk masyarakat yang merasa dirugikan atau bahkan setelah makan daging ayam di KFC Lhokseumawe merasa ciri-ciri sakit yang diakibatkan oleh bakteri tersebut bisa menggugatnya secara perdata ataupun secara pidana.
"Langkah preventif harus diutamakan oleh pemerintah, namun jika tidak berhasil maka langkah represif merupakan solusi kongkrit selanjutnya," pungkas Muhammad Fadli. [M. Jafar Peunteut]