Usianya tak muda lagi, sudah kepala empat. Bahkan wanita yang mengaku sudah punya dua cucu ini terlihat sangat bersemangat, saat bercerita suaranya nyaring terdengar.
"Usia hanya sebatas angka, kita harus tetap bersemangat, supaya tetap awet muda," kata Yeni Ariani yang mengaku kelahiran tahun 1979 ini pada saya di pinggiran laut Ujong Blang Kota Lhokseumawe pada Rabu, 9 Maret 2022.
Itulah hari pertama saya berjumpa dengan Yeni, yang sudah menempuh jarak ribuan Mil atau lebih kurang 2.245 Kilometer tetiba di Kota Lhokseumawe. Sebelumnya saya mengenal Yeni karena kami sama-sama tergabung dalam sebuah grup WA.
Kota Lhokseumawe bukanlah tujuan terakhir wanita tangguh yang mempunyai enam anak ini. Kota Lhokseumawe adalah hari ke-41 dia mengelana seorang diri dari Kota Bekasi Timur, Provinsi Jawa Barat nun jauh di Pulau Jawa sana.
"Obsesi saya adalah mencapai titik nol Kilometer di Sabang, dan Insya Allah itu hanya tinggal beberapa hari lagi," serunya bersemangat, sambil menyeruput Cappucino blander.
Untuk mencapai Kota Sabang, ia harus mengayuh sepeda touringnya lagi lebih kurang 300 kilometer lagi karena harus menyeberang lautan lagi.
"Justeru ketika mau sampai begini saya merasa ingin lebih lama lagi di jalan, karena nantinya usai menuntaskan obsesi ini saya mau kemana?" Katanya seraya tertawa.
Hari itu, ia terus bercerita dengan semangat, sesekali tawanya berderai. Tapi kadang juga seperti berasa kesal.
Menikmati kelapa muda dan air tebu di Perbukitan Batee Gleungku, Kecamatan Samalanga, Kabupaten Bireuen (Foto/Ist)
"Tapi saya merasa kecewa sesampainya di Kota Lhokseumawe loh," katanya melanjutkan ceritanya.
Ia mengisahkan bahwa sesampainya di kota yang pernah dijuluk Petro Dollar itu, ia tak diperkenankan menginap di markas polisi setempat, bahkan setali tiga uang, di kantor tentara ia pun ditolak. Alasannya karena ia perempuan, sedangkan Aceh adalah daerah Syariat Islam.
"Lah, apa salahnya perempuan dengan penerapan syariat Islam? Bukankan justru perempuanlah yang harus dilindungi? Sampai saya katakan pada polisi itu, jadi saya harus tidur di jalan?" Ulangnya dengan suara meninggi. Terasa ia sangat kesal dengan perlakuan aparat keamanan itu.
"Ini kota yang aneh, aku merasa bete, padahal sebelumnya perlakuan aparat di Idi tak seperti itu," lanjutnya.
Saya hanya memilih mendengarkan saat ia bercerita, karena merasa malu hati dan serba salah juga mau mengatakan apa.
Cerita terus berlanjut, khususnya terkait pengalamannya yang sangat menegangkan pada perjalanan di hari ke-28, yakni dihadang harimau di wilayah perbatasan Sumatera Barat dengan Sumatera Utara, tepatnya di Bukit 12.
"Tiba-tiba dengan begitu cepatnya kurang dari 400 Kilometer aku mencapai Kabupaten Samosir, ada sesuatu yang sangat luar biasa menghadang ku. Harimau Sumatera. Aku berharap ini hanya halusinasi. Kami sudah saling berhadapan, saling memandang, tubuhku lemas seluruh persendian, aku merasa ini hari terakhir hidupku. Aku pasrah," tuturnya.
"Bayangkan, jarak si kucing besar itu hanya sekira 3 meter di depanku, tak ada tempat untuk meminta tolong, di kiri kanan hutan lebat," lanjut Yeni bercerita.
Mendengar ceritanya saja, saya sudah merasa sangat tegang. Luar biasa. Yeni pun melanjutkan kisahnya.
"Saat kepasrahan itu, aku hanya bisa berzikir, doa Nabi Yunus saat berada dalam perut paus aku lafazkan. Tiba-tiba seperti keajaiban, ada mobil datang dari arah belakangku, membunyikan klakson, si Raja Hutan itupun berlalu dari hadapanku. Plong," ungkap Yeni.
Terakhir sang sopir dan kernet mengajaknya untuk numpang sampai ke kota terdekat, karena menurut mereka sangat berbahaya menempuh perjalanan, karena sepanjang jalan hutan dan bisa saja binatang buas keluar tiba-tiba.
"Aku pun memutuskan ikut mereka," kata Yeni.
Begitulah Yeni menceritakan kisahnya, banyak pengalaman lain yang juga diceritakan kepada saya.
"Tentu sepanjang jalan ada kisah suka dan duka, aku juga pernah diusir oleh seorang wanita di Masjid, usai salat magrib, itu kejadiannya di Sumatera Barat. Di daerah perkampungan yang masih kolot. Aneh, sesama wanita kok saling membenci?" Ujarnya.
Kamis, 10 Maret 2022, dari kota kecil saya Matang Glumpang Dua, saya dan beberapa teman dari Komunitas Goweser Matang Mountain (GMM) Bike Community mengantarkan Yeni sampai ke tapal batas Kabupaten Bireuen dan Pidie Jaya, setelah semalam saya inapkan di rumah saya. Jarak yang harus saya tempuh 110 Kilometer pulang pergi.
Tentu melelahkan, tapi demi untuk merajut silaturahmi antar sesama goweser, saya melakukannya dengan ikhlas dan dengan perasaan gembira. Saya percaya, silaturahmi memudahkan rezeki dan memperpanjang umur.
Selamat jalan Yeni, malam ini ia menginap di Trienggadeng, Kabupaten Pidie Jaya. Tetap semangat dan semoga kelak di suatu masa kita bisa berjumpa lagi dalam dimensi yang berbeda. [Hamdani]