“Kita harus jadi inovator, bukan imitator, yakni ikut-ikutan orang lain. Kalau ingin maju, maka harus punya konsep sendiri, tanpa harus meniru…”
Ditemui media ini Selasa, 15 Desember 2020 malam Khairul Nazli (30) yang merupakan owner Jameun Kupi ini bercerita banyak tentang konsepnya membuka cafee bernuansa jaman dulu yang serba klasik. Baik menu yang disediakan, maupun tempat dan ornamen-ornamennya. Khas jaman dulu.
“Awalnya saya sempat dikira sudah kurang waras oleh orang kampung saya, saat saya mulai mengumpulkan barang-barang bekas yang sudah ketinggalan zaman untuk konsep usaha saya. Ka pungoe dipike lon le awak gampong,” katanya tertawa saat memulai bercerita.
Cerita Khairul ini memang bukan isapan jempol, maklum saja ia dianggap kurang waras, karena selain barang-barang rongsokan yang dia kumpulkan, tempat usahanya yang unik itu juga bukan terletak di pusat kota, tapi jauh sekali dari pusat keramaian, yakni di Gampong Cot Bada Baroh, Kecamatan Peusangan, Kabupaten Bireuen, Aceh. Untuk sampai di tempat usahanya, harus masuk jalan kampung lagi, sejauh kurang lebih satu kilometer ke arah utara dari Jalan Nasional Medan-Banda Aceh.
“Saya sengaja membuka usaha ini di kampung saya, biar terbuka lapangan usaha buat anak-anak muda, khususnya di kampung saya,” terang Khairul.
Pemuda berkumis tipis ini mengatakan bahwa saat ini ada delapan orang yang menjadi karyawannya, yang ia gaji Rp50 ribu per hari.
“Ini pendapatan yang wajar, karena kadang mereka capek sekali melayani pelanggan, yang Alhamdulillah, lumayan banyak untuk sebuah tempat usaha yang baru dirintis sebulan,” tuturnya.
Ditanya kenapa memilih konsep jaman dulu untuk caffenya itu. Alasannya karena orang mencari keunikan.
“Bisnis itu baru menarik jika unik. Karena saya yakin, orang akan ke mari, jika ada sesuatu yang beda, yakni keunikan itu. Nah, berbekal keyakinan itulah, saya berani membuka Jameun Kupi ini,” ungkap Khairul penuh keyakinan.
Pemuda bebadan semampai yang hobby mengkoleksi sepeda motor antik ini ternyata memulai usahanya dari bawah.
“Saya mulai dari berdagang kaki lima, sampai saya mempunyai beberapa ruko dan membuka distro. Semua itu saya lakukan dengan penuh keyakinan dan optimis,” ungkapnya.
Ia juga berkisah, karena pandemi Covid-19 usaha distronya meredup, dan dia rugi besar. Tapi naluri bisnisnya tak pernah mati.
“Selama pandemi Covid-19, usaha saya terguncang, saya rugi besar. Tapi naluri saya berbisnis tak pernah padam, makanya saya coba rintis usaha yang sekarang. Saya yakin Jameun Kupi ini akan berkembang,” ujarnya optimis.
Ia juga mengungkapkan bahwa omset Jameun Kupi penjualan mencapai jutaan rupiah per hari.
“Lumayan bang, mencapai jutaanlah. Untuk usaha yang baru dirintis, ini sudah luar biasa,” katanya tanpa menyebut persis jumlahnya.
“Saya akan terus mengembangkan usaha ini, dengan ornamen khas jaman dulu, juga tentunya akan dilengkapi dengan manu-menu khas Aceh jaman dulu, sehingga konsepnya benar-benar beda dengan yang lain. Kita harus jadi inovator, bukan imitator, yakni ikut-ikutan orang lain. Kalau ingin maju, maka harus punya konsep sendiri, tanpa harus meniru,” pungkas Khairul.
Nah, sosok pemuda lajang seperti Khairul ini memang layak ditiru oleh anak-anak muda lainnya, bahwa jangan pernah patah semangat dan harus berani dalam memulai sebuah usaha. Sukses Khairul. [Hamdani]
Publisher: Hamdani